Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : Relationshit


“Move on itu bukan melupakan, tetapi mengikhlaskan.” 

Berpegangan pada judul semata, Relationshit, penonton sebetulnya telah memperoleh citra menyeluruh mengenai plot yang ingin dikedepankan oleh si pembuat film. Jika kau mengira pergunjingan di Relationshit tidak ubahnya film-film Raditya Dika tentang nestapa seorang jomblo yang berlarat-larat alasannya kesulitan menemukan separuh jiwanya, maka dugaanmu sempurna sasaran. Embel-embel ‘based on a book, script editor Raditya Dika’ pada poster berdesain dewasa banget, kemudian keberadaan logo Starvision, merupakan bukti penguat bahwa film yang didasarkan pada buku bertajuk sama rekaan Alitt Susanto ini masih akan menyentuh topik generik tersebut. Salah? Tentu tidak sama sekali, toh materi kupasan semacam ini nyatanya tetap mempunyai banyak peminat dari kalangan penonton remaja. Hanya saja ada sebongkah kekhawatiran Relationshit bakal menghadapi kesulitan dalam menciptakan hiburan maksimal karena materi pembicaraannya bukan lagi sesuatu gres dan telah berulang-ulang kali dikupas sebelumnya oleh maestro kegalauan, Raditya Dika. 

Tidak memperoleh restu dari ibu sang kekasih, Alitt (Jovial Da Lopez) terpaksa mengubur mimpi besarnya untuk mempersunting Wina (Anjani Dina). Perpisahannya dengan Wina ini lantas membawa Alitt memasuki fase keterpurukan yang meredupkan segala semangatnya dalam menjalani kehidupan. Prihatin melihat kondisi sang sobat, Supri (Bayu Skak), pun mencoba membantu Alitt untuk move-on dari Wina. Caranya, mempertemukan Alitt dengan sobat-teman perempuannya dari periode kemudian yang didapat melalui penelusuran secara acak di jejaring sosial milik konconya tersebut. Dasar nasib apes tengah berpihak pada si tokoh utama, perempuan-perempuan yang ditemui Alitt ini ternyata telah berkeluarga. Kecewa karena upaya menemukan pengganti Wina tidak kunjung membuahkan hasil, Alitt mencoba mendapatkan kenyataan kejombloannya yang justru di dikala inilah beliau berjumpa dengan Vivi (Natasha Wilona). Merasa ada kecocokan satu sama lain, keduanya pun menetapkan merajut asmara sekalipun di lubuk hatinya yang terdalam Alitt masih mengharapkan Wina. 

Dengan premis formulaik, kenyataannya Relationshit memang tidak memunculkan penemuan berarti dari segi penceritaan. Problematika yang dikedepankan sekadar pengulangan dari film-film sejenis. Penonton kebanyakan mungkin akan mendengus jenuh mengetahui Relationshit menghidangkan tuturan yang berputar disitu-situ saja cenderung mudah tertebak tanpa pernah bergerak lebih jauh, namun pangsa pasarnya mampu jadi sama sekali tidak keberatan selama alurnya mudah untuk dicerna, sesekali dibuat tertawa, dan mampu sepuasnya memandangi wajah sang idola yang memenuhi layar bioskop. Lagipula, apa yang mampu kau harapkan dari film soal nestapa jomblo? Sejak awal saya pun telah mengantisipasi pengalaman menonton Relationshit tidak akan jauh berbeda dari film milik Dika – terlebih lagi, dia ikut turun tangan dalam mensupervisi naskah. Yang diinginkan hanyalah setidaknya Relationshit dapat mengakibatkan gelak tawa (sesekali pun sudah anggun) melalui candaan-candaannya alih-alih memunculkan ekspresi wajah datar lantaran luar biasa garing. 

Dan, untungnya, dalam kaitannya menyelesaikan misi menjadi tontonan yang menunjukkan penghiburan, Relationshit boleh dinilai berhasil. Ya, Relationshit tidaklah sekriuk yang aku duga. Herdanius Larobu (Manusia Setengah Salmon) mampu mengejawantahkan keklisean naskah ke bahasa gambar yang cukup menyenangkan buat disimak. Meski momen-momen konyol berjenis “apaan sih?” masih hilir mudik beberapa kali, tetapi tidak sedikit pula humor-humor yang sempurna mengenai sasarannya khususnya masa menyoroti keributan kecil-kecilan antara Alitt dengan para perempuan di dekatnya mengenai ketidakpekaan laki-laki (favorit saya secara personal yakni pertengkaran Alit dan Vivi di ATM center yang melibatkan Mo Sidik) maupun ketika Bayu Skak mengambil alih ‘panggung’. Memang Relationshit kurang bisa menawarkan ikatan emosi antara penonton dengan Alitt, namun adegan si tokoh utama kembali ke rumah sehabis sekian usang yang mengingatkannya bahwa masih ada orang-orang peduli dengannya tersaji cukup hangat. Memberikan sejumput penyegaran suasana usai kekonyolan demi kekonyolan serta konflik demi konflik yang menerjang Alitt silih berganti. Relationshit terang masih jauh dari tepat, tetapi sebagai hiburan pelepas penat, bolehlah buat dicoba.

Acceptable

Post a Comment for "Review : Relationshit"