Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : The Expendables 3


“You were stupid enough to get yourself into this mess! And we're the only ones crazy enough to get you out of it!” 

The Expendables is back! Sekumpulan kakek-kakek renta berotot yang dulunya rajin mengokang bedil di abad 80 sampai 90’an kembali bereuni sehabis The Expendables 2 yang menghebohkan. Beberapa nama, sayangnya, dipensiunkan atas aneka macam macam alasan, namun personil kelompok yang dipimpin oleh Sylvester Stallone ini tetap belum kehilangan taringnya alasannya anggota gres pun turut direkrut. Chuck Norris boleh saja ‘say goodbye’, tapi kali ini kita mendapatkan Harrison Ford, Mel Gibson, Kelsey Grammer, Wesley Snipes, serta Antonio Banderas! Terbilang ramai, bukan? Bahkan, untuk sekali ini demi meningkatkan daya tarik The Expendables 3 sekaligus minat penonton generasi muda yang tidak banyak mengenal para sesepuh film agresi ini, diboyonglah sederet pemain drama berusia 20-an untuk turut memeriahkan layar dengan salah satunya kita kenal sebagai jebolan franchise laris Twilight, Kellan Lutz, serta seorang wanita pemegang piala UFC, Ronda Rousey. 

Keberadaan bocah-bocah bau kencur di tengah kepungan para veteran ini tentu mengundang tanda tanya besar, apakah yang terjadi di dalam tubuh kelompok ini sampai-sampai Barney Ross (Sylvester Stallone) merasa perlu mengajak turut serta para cowok minim pengalaman untuk terjun ke medan pertempuran? Keputusan Barney ini dipicu oleh rasa bersalah sehabis salah satu anggotanya terluka parah dalam sebuah misi yang belakangan diketahui didalangi oleh mantan sahabat usang Barney, Conrad Stonebanks (Mel Gibson). Tidak ingin konco-konconya di The Expendables mati konyol, mereka dipensiunkan begitu saja dan Barney memilih anggota baru. Apes, belum juga misi balas dendam mencapai separuh jalan, ‘The New Expendables’ justru jatuh ke dalam perangkap Stonebanks. Nyawa tiap personil terancam ancaman. Tiada lagi yang bisa dilakukan oleh Barney kecuali mendapatkan pinjaman dari Christmas (Jason Statham) dan kawan-kawan. 

Tidak mirip kedua instalmen pertama yang aneh-gilaan membombardir penonton lewat gelaran aksi tanpa ampun yang mencakup bergalon-galon pertumpahan darah maupun bagian badan yang terpenggal-penggal, The Expendables 3 cenderung bermain aman. Rating PG-13 (13 tahun ke atas) yang dikantonginya memaksa Patrick Hughes (Signs, remake The Raid) untuk meminimalisir – bahkan, menghilangkan sama sekali – unsur kesadisan yang biasanya kental menyertai di abad para hero kita turun untuk bertempur. Meski diberondong ratusan peluru, ceceran cairan berwarna merah pekat ini tak tampak sedikitpun, begitu pula ketika menyayat leher para musuh. Hanya suara terdengar. Bagi yang mengharap The Expendables 3 akan lebih berani mengemukakan kekerasan, bisa jadi akan dibentuk kecewa. Walau berkurangnya kadar kebrutalan dalam film tidak banyak mengurangi sisi fun yang dimiliki oleh The Expendables 3

Biarlah Chuck Norris yang tingkat ke-badass-annya memang tak perlu dipertanyakan lagi itu undur diri alasannya sekali ini kita dipertemukan oleh Antonio Banderas yang begitu mencuri perhatian (membawa aksara dari Puss in Boots dan Assassins!) dengan memberi kita tawa sekaligus simpati dan Mel Gibson yang duel puncaknya bersama Sylvester Stallone akan membuat para pecinta film agresi 80’an bersorak sorai. Kapan lagi coba bisa melihat Rambo berhadap-hadapan dengan Martin Riggs? Jelas, pengalaman sekali seumur hidup yang tidak mungkin Anda dapatkan lagi – kecuali Stallone melakukan pengulangan. Selain Banderas dan Gibson yang memberi warna pada franchise ini memang tak ada lagi pendatang gres yang menonjol – termasuk Lutz dan para bocah yang hanya mirip penggembira – namun interaksi Jason Statham dan Stallone yang semakin mendalam di sini merupakan sebuah persembahan yang bagus. Untuk pertama kalinya aku benar-benar peduli terhadap beberapa abjad yang hidup di dunia The Expendables sehabis sebelumnya hanya sekadar mengenal dan tahu bahwa mereka cakap bertarung. 

Dan jika kembali memperbincangkan soal bersenang-senang, Anda pun tidak perlu risau hanya karena rating PG-13. Walau ada sejumlah pembatasan, The Expendables 3 masih mampu memenuhinya. Entah itu terkait gelaran aksinya yang semakin seru atau humor one liner-nya yang masih juga dipenuhi acuan ke abad lalu jajaran pemainnya. Dimulai sejak menit pertama dalam agresi pembebasan Doc (Wesley Snipes) di kereta api berjalan, Hughes telah mengisyaratkan bahwa jilid ini akan seasyik kedua kakaknya. Film tetap melaju kencang, mengisinya dengan ledakan-ledakan besar yang untuk sekali ini turut dibumbui aroma sentimentil yang harus diakui cukup berhasil. Memberikan identitas drama pada jilid ketiga sehabis penuh aksi untuk seri pembuka dan komedi bagi instalmen kedua. Tapi kemudian, setelah beberapa pemanasan – serta perbincangan-perbincangan yang ada kalanya melelahkan – film mencapai puncaknya di sebuah lokasi sisa-sisa reruntuhan bangunan. Digeber secara seru, menegangkan, sekaligus mengasyikkan, Hughes membuktikan bahwa sekalipun tak ada darah, bukan berarti The Expendables 3 akan kekurangan darah.

Acceptable

Post a Comment for "Review : The Expendables 3"