Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : Sadako Vs. Kayako


Pernah menjumpai sebuah film yang kadar ketololannya maksimal hingga-sampai terasa menghibur buat ditonton? Jika belum, deskripsi tersebut tepat buat dilekatkan pada Sadako vs Kayako. Hanya dengan mendengar gagasan mempertarungkan dua hantu ikonik asal negeri Sakura saja sudah bikin geli-geli gimana gitu. Terlalu naif jika menduga Sadako vs Kayako akan memberimu kengerian selayaknya jilid awal dari franchise yang dibintangi kedua demit ini – Sadako dari Ring, sementara Kayako dari Ju-On – mengingat sejarah mencatat pertandingan satu lawan satu antar aksara film horor legendaris seperti tampak dalam Freddy vs Jason (2003) maupun Alien vs Predator (2004), kesemuanya berakhir sebagai lawakan alih-alih teror kasatmata. Dan ya, meski dipunggawai Koji Shiraishi yang pernah menawarkan mimpi buruk lewat The Curse (2005), Sadako vs Kayako memang sama sekali tidak mencoba untuk tampil serius. Kaprikornus jangan heran kalau kamu akan mendapati serentetan abnormalitas-keganjilan menggelikan bertebaran sepanjang durasi merentang. 

Sebelum memaparkan sekelumit plot dari Sadako vs Kayako, apakah kau mengetahui masing-masing dari mereka? Jika belum, begini ringkasannya. Sadako Yamamura yaitu penebar teror utama di rangkaian film Ring yang mengembangkan kutukan lewat sebuah rekaman video. Siapapun yang menonton video tersebut – entah sengaja atau tidak – akan tewas secara mengenaskan sepekan kemudian. Sementara Kayako Saeki yang mempunyai rambut hitam sama panjangnya dengan Sadako yaitu hantu penunggu di sebuah rumah yang dulu ditinggalinya semasa hidup dalam Ju-On. Bersama putra semata wayangnya yang mampu mengeong, Toshio, Kayako membunuh mereka yang lancang memasuki rumahnya tersebut. Dalam Sadako vs Kayako, kedua makhluk gaib ini tidak serta merta dipertemukan begitu saja. Mulanya, mereka melancarkan kutukan secara terpisah; Sadako berniat menjemput nyawa dua sahabat yang kebetulan apes menyaksikan rekaman video terkutuknya, dan Kayako hendak menghukum seorang gadis Sekolah Menengan Atas yang menerobos masuk rumahnya menyusul desas desus menghilangnya sejumlah bocah Sekolah Dasar. Namun rencana dua hantu yang mungkin tidak saling mengenal ini buyar saat seorang pembasmi hantu, Keizo (Masanobu Ando), dan asistennya, Tamao (Mai Kikuchi), berniat mengadu domba mereka demi menghilangkan kutukan yang menghinggapi ketiga gadis malang tersebut. 

Membaca sinopsis di atas, tentu sudah mampu terbayang bagaimana ajaibnya Sadako vs Kayako, bukan? Keganjilan-abnormalitas menggelikan bersliweran disana sini sepanjang mengalunnya durasi yang mencapai titik ke-98. Entah itu mencuat dari barisan karakternya yang secara umum dikuasai menjauhi kata normal (terutama Keizo dengan jurus-jurus andalannya, Tamao si anak asing, professor Morishige yang terobsesi kepada Sadako, serta salah satu korban, Natsumi, yang bisanya cuma merengek tanpa henti), wangsit-ide lontaran dari setiap huruf yang bikin garuk-garuk kepala, formasi obrolan suka-suka (teladan, dialog “aku mati besok” disahut sekenanya “bila aku sih lusa”), sampai cara kematian yang divisualisasikan serba over-the-top sehingga acapkali mengundang tawa saking lebaynya ketimbang bikin bergidik ngeri. Menyadari betul bahwa membawa film ini ke arah serius akan berakhir blunder selayaknya ehem, Sadako 3D, Ju-On: The Final Curse dan sederet instalmen lainnya, Koji Shiraishi menetapkan bermain-main saja toh premisnya sendiri sudah terlalu sulit buat ditanggapi serius. Dengan kebanyakan bahan promo cenderung ngebanyol, calon penonton pun diharapkan telah mengantisipasi akan mirip apa penghantaran Sadako vs Kayako

Walau didominasi ngelaba, bukan berarti Sadako vs Kayako tidak memiliki momen-momen penciut nyali. Memberi penghormatan terhadap Ring beserta Ju-On, kamu akan memperoleh teror khas yang mencekam dari masing-masing hantu. Sensasi was-was masih menerpa saat rekaman video kutukan kepunyaan Sadako diputar lalu diikuti dering telepon beberapa ketika setelahnya dan sensasi bergidik ngeri mengemuka begitu Kayako mulai menampakkan diri dengan gaya merangkak legendarisnya. Ada pula atmosfir mengganggu yang disulut oleh eksistensi lorong-lorong gelap. Ya, Sadako vs Kayako tidak sekadar asyik disebabkan akumulasi kebodohan-kebodohan tetapi juga alasannya muatan teror mencekamnya masih berada di level tidak mengecewakan meski tidak sedikit diantaranya yang gagal bekerja balasan terlampau familiar formula menakut-nakutinya. Dan omong-omong, bagaimana dengan pertikaian Sadako dan Kayako yang ditunggu-tunggu itu? Well, tidak terlalu banyak yang mampu diperlukan. Epik sih, bahkan sangat mungkin kamu akan dibuat takjub dengan imajinasi kreatornya, namun terlalu singkat durasinya. Setelah perjalanan perlahan menuju titik puncak, tentu ada harapan melihat mereka saling jambak-jambakan dalam kala waktu lebih panjang.

Note : Ada sebuah post credits-scene. Pastikan untuk bertahan hingga benar-benar penghujung film.

Acceptable (3/5)

Post a Comment for "Review : Sadako Vs. Kayako"