Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : How To Train Your Dragon: The Hidden World


“It’s you and me, bud. Always.”

Disamping Toy Story keluaran Pixar, ada satu lagi franchise film animasi yang menggoreskan kesan cukup mendalam di hati, adalah How to Train Your Dragon produksi DreamWorks Animation. Disadur dari rangkaian buku berjudul sama rekaan Cressida Cowell, franchise ini mengenalkan kita kepada satu aksara remaja yang canggung berjulukan Hiccup (disuarakan oleh Jay Baruchel) dan sahabatnya yang merupakan seekor naga berjenis nightfury, Toothless. Dimulai dari pertemuan di jilid pertama (2010) kemudian berlanjut ke petualangan besar dalam How to Train Your Dragon 2 (2014), penonton bisa melihat adanya perkembangan pada cerita persahabatan mereka sekaligus karakteristik Hiccup. Tampak sikap saling respek antara satu dengan yang lain, tampak pula sikap yang menunjukkan keduanya saling mengasihi dan melengkapi. Toothless menemukan cita-cita hidup untuk kaumnya berkat Hiccup, sementara Hiccup mampu melewati proses pendewasaan diri sehingga pada kesannya diterima sebagai pemimpin oleh sukunya berkat perlindungan Toothless. Di penghujung film kedua, mereka telah bertransformasi sebagai abjad ideal dan Hiccup telah menjadi satu eksklusif yang diperlukan oleh sang ayah. Jika sudah begini, apa yang mampu dicelotehkan oleh How to Train Your Dragon 3: The Hidden World? Berhubung tujuan utama telah tercapai, maka tak ada cara lebih sempurna dari mengakhiri narasi dengan memberi salam perpisahan kepada dua huruf inti dalam franchise ini.

Melalui jilid pamungkas yang memiliki subjudul The Hidden World ini, kehidupan yang tampaknya ideal telah dipenuhi oleh Hiccup beserta penduduk Berk. Hiccup menjadi pemimpin yang disegani, sedangkan rakyatnya telah hidup rukun bersama para naga yang kini mendominasi populasi di Pulau Berk. Disaat para penduduk merasa baik-baik saja, intuisi Hiccup berkata bahwa mereka sudah saatnya menemukan tempat tinggal gres. Disamping alasannya kampung halamannya ini sudah tidak layak untuk ditinggali, faktor lain yang juga mendorongnya dalam mencari pulau anyar adalah keberadaan mereka sebagai pelindung naga telah terlacak oleh para pemburu naga. Salah satu pemburu tersebut, Grimmel (F. Murray Abraham), bahkan berambisi untuk memusnahkan jenis nightfury. Atau dengan kata lain, keberadaan Toothless terancam. Dalam perjalanan untuk menemukan ‘dunia tersembunyi’ dimana para naga bisa hidup dengan hening sentosa seperti kata mendiang ayah Hiccup, penduduk Berk menetapkan singgah sejenak di sebuah pulau. Di sini, Toothless berjumpa dengan seekor nightfury betina yang dipanggil Light Fury oleh kekasih Hiccup, Astrid (America Ferrera). Secara perlahan tapi pasti, benih-benih asmara mulai mengemuka diantara mereka yang lantas menghadapkan Toothless pada pilihan untuk meninggalkan sahabatnya dan memulai hidup baru di tempat yang jauh dari jamahan insan. Ditengah pertempuran melawan Grimmel dan kegamangannya sebagai seorang kepala suku, Hiccup pun mau tak mau harus menyiapkan diri untuk merelakan kepergian sobat terbaiknya ini.


Usai seri pembuka yang memunculkan rasa takjub dan jilid kedua yang menghadirkan banyak sekuens tabrak mendebarkan, instalmen paling kiwari dalam franchise How to Train Your Dragon mencoba tampil bersahaja. Kamu memang masih akan dibentuk terpukau oleh visualnya di sini mirip saat Hiccup beserta Astrid menjelajahi ‘dunia tersembunyi’ yang di dalamnya penuh karang bercahaya, atau animasinya yang menaruh detil lebih pada mulut maupun gestur badan para karakternya. Kamu pun masih akan menjumpai deretan langgar mengasyikkan di sini yang sebagian besar berkaitan dengan operasi evakuasi. Hanya saja, Dean DeBlois yang telah menempati dingklik penyutradaraan sedari babak awal menentukan untuk sedikit mereduksinya alih-alih melipatgandakan skalanya mirip kebanyakan jilid pamungkas dari franchise besar. Keputusan nekatnya tersebut dilandasi oleh keinginannya untuk memberi kesempatan bagi tumbuh berkembangnya konflik batin yang dihadapi oleh Hiccup. Tentang bagaimana ia menyikapi amanat sebagai seorang pemimpin yang diserahkan kepadanya, perihal bagaimana dia menyikapi kemungkinan perginya Toothless yang selama ini membantunya melewati fase-fase sulit, dan tentang bagaimana ia alhasil menemukan arti bahu-membahu dari “menjadi sampaumur” sekaligus “menjadi pemimpin”. Sebuah keputusan yang sedikit banyak memperlihatkan efek kurang baik pada filmnya itu sendiri khususnya begitu menginjak pertengahan durasi.

Berbeda dengan dua pendahulunya yang terasa enerjik sepanjang durasi, The Hidden World sempat memiliki momen gontai yang berpotensi ciptakan rasa jenuh bagi penonton cilik maupun penonton cukup umur. Pergolakan Hiccup yang diniatkan sebagai hidangan utamanya nyatanya tak pernah benar-benar dieksplorasi secara mendalam sehingga konsep “berjuang bersama” yang sempat diutarakan (merujuk pada posisi Hiccup serta hubungannya dengan Astrid) dan bagaimana relasinya dengan warga Berk terasa mentah. Kalau mau tak disebut datar, tentu saja. Yang lalu membangkitkan instalmen penutup ini dari keterpurukan lebih jauh yaitu suntikkan elemen komedi dari Toothless yang masih saja menggemaskan (apalagi saat beliau merayu Light Fury!) plus celotehan kawan-mitra Hiccup yang sangat efektif dalam mengundang gelak tawa, rangkaian adegan sabung beserta visualnya yang memukau seperti telah dijabarkan sebelumnya, serta babak klimaks yang pastinya akan mengundang haru bagi siapapun yang memiliki ikatan dengan franchise ini sedari awal mula. Ada ketidakrelaan melihat dua teman karib ini berpisah jalan, tapi di waktu bersamaan kita mampu memahami bahwa ini yakni jalan paling masuk nalar yang bisa mereka tempuh. Meski pada alhasil The Hidden World tidak menutup trilogi secara gegap gempita, tapi jilid ini tetap bisa menunjukkan salam perpisahan yang layak sekaligus indah bagi kisah persahabatan Hiccup-Toothless. Entah dengan kalian, tapi jujur, mata aku agak-agak kelilipan dikala menyaksikan end credit yang menguarkan aroma nostalgia pada petualangan dua protagonis junjungan kita ini.
    
Exceeds Expectations (3,5/5)


Post a Comment for "Review : How To Train Your Dragon: The Hidden World"