Review : Doa - Doyok Otoy Ali Oncom: Cari Jodoh
“Jangankan bini, pacar aja lo belum punya.”
“Gosipnya, lo kaga suka wanita.”
“Samber gledek. Aku ini pemilih.”
“Pemilih yang kagak dipilih orang ya kagak jadi apa-apa juga.”
Generasi muda jaman now, mungkin gres mengenal abjad tiga serangkai; Doyok, Otoy, dan Ali Oncom dari serial animasi bertajuk DOA (akronim dari tiga nama abjad utamanya) yang tayang di MNCTV sejak beberapa bulan silam. Tapi bagi generasi yang lebih sepuh, mereka bertiga telah dikenal sedari dipublikasikan secara terpisah dalam kolom Lembergar (Lembaran Bergambar) di harian Pos Kota. Karakteristik ketiganya yang merepresentasikan sebagian warga ibukota negara, bisa disederhanakan sebagai berikut; Doyok yaitu perantau dari Jawa dengan fatwa kritis serta hobi cerewet, Otoy yang berasal dari Sunda kerap menjadi sasaran bulan-bulanan mertuanya yang galak, dan Ali Oncom yang anak Betawi orisinil seringkali berangan-angan mempunyai segudang uang. Meski tak berada di satu jalur pengisahan dalam komik stripnya, mereka lantas dipertemukan satu sama lain di serial animasi DOA yang kemudian berlanjut diejawantahkan ke versi live action dengan judul DOA (Doyok, Otoy, Ali Oncom): Cari Jodoh. Seperti tertera dalam subjudulnya, film yang disutradarai oleh Anggy Umbara (Comic 8, Insya Allah Sah! 2) ini menyoroti ihwal sepak terjang ketiga huruf tituler dalam misi pencarian jodoh untuk Doyok (Fedi Nuril) yang masih betah melajang di usia memasuki kepala empat.
Status Doyok sebagai bujangan ini membuat khawatir kedua sahabatnya, Otoy (Pandji Pragiwaksono) dan Ali Oncom (Dwi Sasono), yang masing-masing telah memiliki pasangan. Otoy telah menikah dengan Elly (Nirina Zubir) yang dimanfaatkannya sebagai sumber penghasilan di era ia sibuk bermalas-malasan, sementara Ali Oncom gemar menggoda janda-janda di kampung sekalipun telah menjalin kekerabatan dengan Yuli (Jihane Almira). Kepribadian Doyok yang cenderung polos, kaku, dan kurang pandai menyulitkannya untuk mendekati wanita sehingga Otoy beserta Ali Oncom pun berinisiatif mencarikan jodoh untuk Doyok melalui situs perkencanan berjulukan Minder. Dari situs ini, Doyok berkesempatan untuk menjalani kencan dengan seorang wanita bernama Ayu (Laura Basuki). Menengok parasnya yang rupawan dan perilaku Ayu yang sangat akrab terhadap Doyok, misi pencarian jodoh bagi sang teman sepertinya telah berjalan sukses. Akan tetapi, dikala sebuah belakang layar mengerikan mengenai Ayu terungkap, Doyok, Otoy, beserta Ali Oncom pun memutuskan untuk melanjutkan pencarian. Sebuah pencarian yang lantas membawa Doyok pada pertemuan dengan seorang pegawai kecamatan bernama Suci (Titi Kamal). Keduanya terlihat saling jatuh hati satu sama lain, terlebih mereka dipersatukan oleh minat yang sama. Jika ada penghalang diantara mereka, maka itu yaitu Pak Camat (Tarzan) yang juga menaruh hati kepada Suci.
Sejujurnya, ada kalanya aku cukup bisa menikmati DOA: Cari Jodoh. Saat Anggy Umbara beserta Fico Fachriza yang bertanggung jawab dalam penulisan skrip bermain-main dengan humor membumi, pada ketika itulah derai tawa mampu meluncur dari mulut. Dalam catatan aku, beberapa guyonan yang mampu mengenai sasaran secara sempurna bersumber dari ribut-ribut kecil antara Elly yang banyaomong bukan main dengan Otoy yang enggan ngapa-ngapain, khayalan Doyok beserta Otoy dalam membayangkan kehidupan bergelimangan harta, Ali Oncom yang menebar pesona (baca: gombalan) kepada janda kampung setempat, hingga kecanggungan Doyok saat diperkenalkan kepada Suci untuk pertama kali. Rentetan momen ini terasa lucu, setidaknya bagi aku, lantaran mencerminkan keseharian masyarakat kelas bawah secara apa adanya tanpa dibentuk-dibuat. Untuk sesaat – berkaca pula pada bahan sumbernya yang gemar melontarkan komentar sosial – aku menduga pendekatan semacam inilah yang akan diaplikasikan oleh Anggy dalam DOA: Cari Jodoh. Pendekatan yang sedikit banyak mengingatkan diri ini pada Get Married (2007) kode Hanung Bramantyo. Tapi saat Anggy mencelupkan lebih banyak momen musikal yang kian repetitif seiring berjalannya waktu usai kejar-kejaran dibalik jemuran ala film India yang bantu-membantu cukup lucu dan bermain-main dengan guyonan abstrak yang melibatkan alat kelamin, pada dikala itulah saya menyadari bahwa Anggy enggan untuk mencelotehkan film ini di jalur membumi.
DOA: Cari Jodoh tak mampu melepaskan diri dari ciri khas sang sutradara yang melibatkan kata bombastis yang untuk sekali ini terasa salah daerah. Memasuki babak kedua yang semakin menjauh dari semangat merakyat yang diperkenalkan di belasan menit awal, kelucuan beserta daya cengkramnya perlahan mulai mengendur. Saya alhasil benar-benar kesulitan untuk mengikuti film ini terhitung sejak munculnya adegan mengenai lomba debat tingkat kecamatan yang menghadirkan cameo dari Anggy sebagai Manoj Punjabi (sang produser) dan adu argumen digantikan oleh sabung rap. Level absurditasnya semakin tak terkontrol dan DOA: Cari Jodoh secara resmi telah keluar dari jalurnya begitu menapaki titik puncak yang seolah berasal dari film berbeda. Pada akibatnya, aku pun mendeteksi adanya kekecewaan besar yang menggelayuti diri dikala melihat momen puncak dari film alasannya potensi DOA: Cari Jodoh sudah disia-siakan begitu saja. Padahal pemain ansambelnya telah menawarkan performa maksimal (khususnya Dwi Sasono dengan tawa khasnya, Nirina Zubir dengan keceriwisannya, Laura Basuki dengan kesediannya tampil memalukan, serta Titi Kamal dengan gerak bibir uniknya), dan materi penceritaannya memungkinkan untuk dikembangkan sebagai komedi satir yang menggelitik. Seandainya saja film tetap setia berada di jalur mirip dilewatinya pada babak pertama, bukan mustahil DOA: Cari Jodoh akan tersaji lebih memikat.
Post a Comment for "Review : Doa - Doyok Otoy Ali Oncom: Cari Jodoh"