Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : Detective Conan: Zero The Enforcer


“You get really serious when it comes to Mori Kogoro, don't you? Or rather, is it for Ran?” 

Ada ketidakpuasan yang menggelayuti diri pasca menonton seri kedua puluh satu dari versi layar lebar Detective Conan, Crimson Love Letter (2017). Penyebabnya, permainan Karuta (kartu bergambar khas Jepang) yang menjadi fondasi utama untuk perkara di instalmen ini hanya mampu dipahami daya tariknya oleh masyarakat Jepang beserta mereka yang menaruh perhatian khusus terhadap budaya Jepang. Diluar kelompok tersebut, ada kemungkinan terjangkit kejenuhan maupun kebingungan selama menontonnya. Sungguh disayangkan, mengingat beberapa seri terakhir dalam rangkaian film Detective Conan terus mengalami eskalasi dari sisi masalah yang semakin usang semakin mencengkram terlebih dikala Conan Edogawa dihadapkan pada musuh bebuyutannya: Organisasi Jubah Hitam. Selepas tersandung di Crimson Love Letter yang membuat saya bolak-balik menguap seraya melirik ke jam tangan tersebut, cap dagang ini alhasil kembali mengasyikkan buat diikuti dalam jilid kedua puluh dua yang menggunakan subjudul Zero the Enforcer. Menghembuskan info berkenaan dengan terorisme, konspirasi politik, sampai kejahatan siber, Zero the Enforcer tak saja sanggup merebut atensi sedari awal berkat narasinya yang menggugah selera tetapi juga bisa bangkit tegak di jajaran instalmen terbaik dalam rangkaian film Detective Conan

Kasus yang mesti dihadapi oleh si bocah jenius 'jelmaan' detektif SMA Shinichi Kudo, Conan Edogawa (disuarakan oleh Minami Takayama), dalam Zero the Enforcer adalah pengeboman sebuah resor sekaligus sentra konvensi anyar, Edge of Ocean, yang terletak di Tokyo Bay hanya beberapa hari jelang diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi. Meski tidak ada korban jiwa dari kalangan sipil, perkara yang menewaskan sejumlah anggota kepolisian ini secara mengejutkan menyeret Kogoro Mori (Rikiya Koyama) sebagai tersangka sesudah sidik jarinya ditemukan di TKP. Mengingat Kogoro tidak becus nyaris dalam hal apapun, termasuk mengutak-atik laptop miliknya sendiri yang konon menjadi tempat lain ditemukannya barang bukti, Conan jelas tidak percaya begitu saja. Lagipula, apa motif yang melatarbelakangi perbuatan Kogoro tersebut sampai-sampai beliau nekat mempertaruhkan reputasinya? Dibantu oleh Klub Detektif Cilik dalam memeriksa perkara ini, terutama Ai Haibara (Megumi Hayashibara), sebuah petunjuk kecil mengarahkan Conan pada Toru Amuro (Toru Furuya) yang diketahui sedang berada di TKP dikala pengeboman terjadi. Belum sempat Conan mengumpulkan bukti-bukti yang memberikan keterlibatan Toru, sederet problem lain yang tak kalah pelik bermunculan seperti badan antariksa Amerika, NAZU, yang diretas, Kogoro yang dijatuhi dakwaan, sampai bahaya peledakan terhadap Biro Keamanan Jepang. 



Disandingkan dengan judul-judul terdahulu, Zero the Enforcer memiliki narasi yang paling kompleks tetapi tetap mengikat. Kobun Shizuno (The Darkest Nightmare, The Eleventh Striker) selaku sutradara membagi jalinan pengisahan ke dalam tiga cabang utama yang masing-masing mengupas perihal pengusutan kasus peledakan bom oleh Biro Keamanan Jepang, penyelidikan masalah Kogoro oleh pengacara lepasan Kyoko Tachibana (Aya Ueto), serta Toru Amuro yang terlibat dalam misi belakang layar bersama Yuya Kazami (Nobuo Tobita), seorang distributor di Biro Keamanan Jepang. Penonton diminta untuk menaruh fokus penuh pada guliran cerita – menghafalkan satu demi satu karakter gres yang bermunculan kemudian mencari keterkaitannya dengan aksara lain – alasannya adalah Conan tidak dihadapkan pada satu dilema tunggal sekalipun akarnya berasal dari pengeboman Edge of Ocean. Bahkan, bila kau belum pernah sekalipun mengikuti seri Detective Conan baik dari manga, anime, atau film, ada baiknya membekali diri dengan informasi yang diperoleh dari tiga medium tersebut terlebih dahulu demi lebih memahami fungsi dari keberadaan Toru Amuro yang memegang peranan krusial di instalmen ini. Motifnya yang masih dipertanyakan dan ambiguitasnya dalam mengambil posisi menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi Zero the Enforcer. Apakah ia adalah seorang lawan bagi Conan? Atau justru seorang kawan? 

Yang juga menarik dari Zero the Enforcer sehingga narasinya yang njelimet tidak kesulitan dalam membetot atensi yaitu pendekatan yang dipergunakan oleh Kobun Shizuno dalam melantunkan penceritaan. Alih-alih mengemasnya kolam tontonan detektif mirip biasanya diterapkan, si pembuat film memilih untuk menjlentrehkannya bak drama pengadilan yang sempat membuat diri ini bertanya-tanya, “apakah ini berarti kita akan melihat tukar argumen di ruang sidang dengan Kogoro Mori sebagai taruhannya?”. Ada ketegangan yang mampu dirasakan, utamanya apabila kamu tidak keberatan dijejali dengan dialog-obrolan tangkas dari Kyoko Tachibana kemudian dari pihak penuntut kemudian dari Biro Keamanan Jepang yang tiba secara silih berganti. Ketegangan bisa pula dirasakan alasannya adalah tidak ada seorangpun (kecuali karakter protagonis inti, tentunya) yang dapat dipercaya oleh Conan, termasuk Kyoko yang berada di area debu-abu. Dia bisa saja berniat menyelamatkan Kogoro secara ikhlas, atau hanya demi publisitas, atau malah memiliki maksud terselubung lainnya. Ini masih belum ditambah dengan kehadiran Toru yang kentara menyimpan agenda tertentu. Mengalun secara perlahan tapi niscaya, Zero the Enforcer terasa kian mendebarkan saat Conan mulai mengungkap bertahap kebenaran dibalik kasus yang bersinggungan dengan terorisme, kejahatan siber, dan konspirasi politik ini. Saat kebenaran kesannya didapatkan, Zero the Enforcer mengeluarkan jurus andalan dari franchise ini berupa babak pamungkas berisi adu seru yang over-the-top



Antisipasi munculnya adegan 'duel' amat mengasyikkan antara kendaraan beroda empat dengan kereta listrik beserta mobil meluncur dari ketinggian yang seperti versi upgrade dari Countdown to Heaven (2001). Dan oh, jangan lupakan pula masih ada bubuhan sederet momen Ran-Shinichi yang sekali ini cukup emosional karena status Kogoro sebagai tersangka menciptakan Ran panik. Ada kemungkinan, dia akan ditinggal pergi (lagi) oleh seseorang yang dicintainya. Sedih banget, nggak sih? Tapi tentu saja momen yang menyentuh hati ini tidak berlama-usang karena masih harus mengembangkan dengan banyolan lucu dari Klub Detektif Cilik, lalu narasi kompleks yang mengikat dan tabrak epilog yang seru. Menilik kombinasinya ini, bisalah kiranya aku menyebut Zero the Enforcer sebagai salah satu instalmen terbaik dalam rangkaian film Detective Conan.

Info layanan masyarakat : Jika kamu penggemar franchise ini, tentu mengetahui kebiasaan menyimpan adegan bonus dan petunjuk film berikutnya di penghujung durasi, kan? Nah, Zero the Enforcer pun melakukannya. Bertahanlah alasannya petunjuknya akan membuatmu kegirangan.

Outstanding (4/5)

Post a Comment for "Review : Detective Conan: Zero The Enforcer"