Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : Pk


“Are you tipsy?” 

Mulanya, antisipasi terhadap PK (Peekay) sebatas pada reuni antara Aamir Khan dan Rajkumar Hirani sehabis berkolaborasi untuk pertama kalinya lewat film Bollywood fenomenal, 3 Idiots. Akan tetapi, menilik kebiasaan perfilman India yang gemar tutup tahun dengan ‘film raksasa’, poster pemercik kontroversi, dan ditutup rapatnya plot dari PK, perlahan tapi niscaya kepenasaran membumbung perlahan. Ini masih belum ditambah oleh faktor bahwa PK mempunyai trailer yang menarik perhatian, penampilan berbeda dari Sanjay Dutt, dan kegemaran Rajkumar Hirani bermain-main dengan realitas sosial bersifat menyentil di tuturan kisahnya. Dengan dipersatukannya alasan-alasan ini, semakin sulit mengontrol ketertarikan terhadap PK yang lantas memunculkan satu pertanyaan (bantu-membantu klasik), “apa yang akan diperbuat oleh Hirani di garapan terbarunya?”. Pose telanjang Aamir Khan di salah satu desain poster yang memunculkan nada-nada sumbang dari para konservatif bahwasanya telah sedikit banyak menyiratkan mirip apa konten cerita yang dimiliki PK: berani, sensitif, tapi lucu. 

Tatkala tengah melakoni misi meneliti umat manusia di bumi, sesosok alien tak berjulukan (Aamir Khan) tertinggal sesudah alat yang dipergunakannya untuk berkomunikasi dengan sesama lenyap dicuri. Dalam upayanya merebut alat tersebut supaya dapat kembali ke ‘kampung halaman’, alien berjulukan PK (Bahasa India ‘Peekay’ yang berarti mabuk) ini pun berusaha menjalani kehidupan sebagai manusia normal. Namun, apa bantu-membantu definisi dari ‘normal’ itu sendiri? Itulah yang dipertanyakan oleh PK sepanjang film. Mendatangi wilayah yang sama sekali aneh, membutuhkan waktu cukup panjang bagi PK untuk mencerna gaya hidup manusia yang dianggapnya unik. Berbekal bantuan dari Bhairon Singh (Sanjay Dutt) yang menyambutnya hangat, PK mulai mempelajari cara bertahan hidup di bumi seraya mencari-cari info ihwal keberadaan alat aneh miliknya. Pencarian panjang yang kerap menemui jalan buntu ini lantas mempertemukan PK dengan reporter televisi cantik berjulukan Jaggu (Anushka Sharma) yang bersedia menolongnya usai mendengar dongeng-kisah menarik dari PK. Bersama Jaggu inilah PK lantas mengarungi lautan insan di Delhi untuk menemukan alat ajaibnya sekaligus tanggapan atas pertanyaan-pertanyaannya wacana insan, agama, dan Tuhan. 

Sepintas, PK mengingatkan pada E.T. the Extra-Terrestrial garapan Steven Spielberg (atau katakanlah, Koi... Mil Gaya) yang sama-sama berceloteh ihwal alien malang terdampar di bumi. Itu hinggap di benak selama beberapa ketika, mewaspadai ini tak lebih dari pembaharuan cerita usang soal persahabatan – mungkin justru percintaan – antara makhluk gila dan manusia. Lalu, seiring bergulirnya durasi, saat PK yang dimainkan secara brilian oleh Aamir Khan ini (salah satu penampilan terbaiknya!) kembali membuka lembaran-lembaran ceritanya pada Jaggu, kita menyadari bahwa film ini tak seklise itu. Secara berani, Rajkumar Hirani mempergunjingkan informasi ihwal sisi spiritualitas insan yang semakin membingungkan dari hari ke hari. Melalui perantara sosok PK yang digambarkan polos dan penuh rasa ingin tahu, kita diajak untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan yang kira-kira berbunyi, “dimana Tuhan bermukim?”, “mengapa ada berbagai agama bila hanya ada satu Tuhan?”, atau “apa ritualitas tertentu betul-betul dibutuhkan untuk berkomunikasi dengan Tuhan?”. 

Tentu, si pembuat film tidak bermaksud untuk menggoyahkan imanmu. Melainkan justru memberi kita kesempatan berkontemplasi yang boleh jadi bertujuan mengajak penonton mengenali lebih dalam ajaran agama masing-masing. Lagipula, masalah mempertanyakan Tuhan ini cenderung untuk dikaitkan pada fenomena sosial sekitar yang akil balig cukup akal ini bahkan tidak lagi ragu-ragu melakukan, katakanlah komersialisasi agama. Mengeruk uang dari masyarakat penuh ketakutan maupun keragu-keraguan untuk kepentingan eksklusif dengan dalih agama. Menunjukkan betapa agama kerap kali disalahgunakan – dijadikan sebagai kedok atau tameng – demi melegalkan tujuan tertentu. Bukankah ini sesuatu yang, errr... terdengar sangat familiar? Karena kita banyak menjumpainya di kehidupan sehari-hari (marak di Indonesia!) Bagusnya, dalam menyuarakan sentilan-sentilunnya yang begerak dalam area sensitif di PK, Rajkumar Hirani cenderung memanfaatkan teknik bercerita yang sederhana, ringan, kocak, dan menyentuh sehingga kesan menceramahi yang memungkinkan melukai hati penonton dapat terhindarkan. Kita tidak diajak untuk mengutuk melainkan sekadar menertawakan kekonyolan-kekonyolan yang diperbuat oleh insan, bahkan diri sendiri. Karena pada jadinya PK hanya ingin mengajakmu bersenang-bahagia hanya saja lewat cara yang berbeda, thought-provoking dan inspiring.

Outstanding


Post a Comment for "Review : Pk"