Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : Negeri Van Oranje


“Cukup satu kejadian. Cukup satu. Untuk mengingat seseorang.” 

Sulit untuk menahan godaan untuk tidak mencicipi Negeri Van Oranje dikala bintang-bintang berbakat sinema Indonesia kurun sekarang berkumpul menjadi satu dalam satu layar; ada Abimana Aryasatya, Chicco Jerikho, Arifin Putra, Tatjana Saphira, sampai Ge Pamungkas, untuk memerankan lima teman yang di sela-sela padatnya acara perkuliahan S-2 dan problematika-problematika tentang asmara mengajak kita berjalan-jalan menikmati eloknya pemandangan Eropa (dalam hal ini, Belanda dan Republik Ceko). Ya, mereka dikumpulkan oleh Falcon Pictures dalam sebuah film aba-aba Endri Pelita (Dawai 2 Asmara, Air Mata Terakhir Bunda) yang dasar pengisahannya dinutrisi dari novel laku berjudul serupa. Walau materi aslinya turut menguliti perihal usaha barisan karakternya – kesemuanya yakni mahasiswa pascasarjana – dalam bertahan hidup selama menimba ilmu di negeri orang, jangan harap kamu mampu memperoleh tuturan inspiratif serupa pada versi film Negeri Van Oranje alasannya Endri dan tim sendiri lebih memfokuskannya kepada kisah persahabatan berbalut percintaan segi rumit diantara mereka. 

Negeri Van Oranje memperkenalkan kita kepada lima sahabat, yakni Geri (Chicco Jerikho), Wicak (Abimana Aryasatya), Lintang (Tatjana Saphira), Banjar (Arifin Putra), dan Daus (Ge Pamungkas). Menempuh kuliah S-2 di kota berbeda-beda, pertemuan kelimanya bermula dari obrolan tentang rokok dikala masing-masing ‘terdampar’ di sebuah stasiun kereta api. Merasa cocok satu sama lain – well, pada dasarnya kesamaan kultur dan asal menciptakan mereka gampang nyambung – Geri beserta konco-konco barunya ini pun sepakat menjalin tali persahabatan dan menamai kelompok mereka ‘AAGABAN’. Mengingat salah satu personil dari AAGABAN yaitu perempuan, belum lagi ini merupakan film yang membutuhkan konflik pelik, maka permasalahan tentang cinta pun tak terelakkan. Lintang membisu-membisu menaruh cinta ke Geri, sedangkan mitra-kawannya yang lain pun sama-sama naksir kepada Lintang dan berusaha memenangkan perasaan Lintang melalui caranya masing-masing. Persoalan hati inilah yang lantas menggoyahkan persahabatan mereka terutama sesudah sebuah belakang layar besar terungkap. 

Sebelum memasuki tahapan konflik mencengangkan (dengan catatan, kamu memang sama sekali buta soal Negeri Van Oranje) serta cukup memberi tonjokkan pada emosi meski dalam waktu relatif singkat, tuturan yang dilantunkan oleh Endri Pelita berdasarkan skrip racikan Titien Wattimena beserta Annisa Rijadi sejatinya cenderung aman-kondusif saja. Dalam artian, nyaris tidak ada gelombang besar berwujud konflik yang ditemukan menghantam sehingga keasyikkan menikmati film murni bergantung kepada keahlian Yoyok Budi Santoso membingkai lanskap manis Belanda plus Republik Ceko (pada dasarnya pemilihan lokasi latar pun sudah jitu), iringan skoring indah dari Andhika Triyadi, lantunan tembang-tembang easy listening, penataan busana luar biasa cakep yang menegaskan karakteristik barisan tokohnya dan kekuatan lakon ensemble cast-nya. Setidaknya sepanjang paruh pertama film, penonton diajak berkenalan singkat ke setiap karakter pria (Lintang bertindak sebagai narator) seraya berjalan-jalan menelusuri sudut-sudut kota Leiden, Utrecht, Rotterdam, Wageningen, plus Den Haag tanpa pernah ada problem berarti pula mencengkram dekat yang mengiringi. 

Dan film pun tidak pernah terasa lempeng sekalipun minim konfik lantaran, sulit dipungkiri, ada kesenangan tersendiri menyaksikan Negeri Van Oranje berkat segenap elemen yang telah aku jabarkan di paragraf sebelumnya mampu terkombinasikan secara tepat khususnya pada poin pemandangan serba membuai mata (ehem, termasuk penampilan fisik para pemainnya). Dengan setiap jajaran pemainnya mempersembahkan chemistry lekat, muncul pula keyakinan bahwa Chicco Jerikho, Abimana Aryasatya, Arifin Putra, Ge Pamungkas, serta Tatjana Saphira betul-betul menjalin relasi persahabatan. Bukankah menyenangkan menyaksikan sekelompok sobat berkepribadian sungguh likable berkumpul bersama untuk saling melempar senda gurau kemudian berkelana ke beberapa daerah di negeri orang berpanorama indah dengan sesekali konflik meletup? Ya, kuncinya terletak pada chemistry. Saat kita sanggup terhubung kepada mereka, mencicipi kedekatannya, dan pada risikonya ingin ikut berpetualang bersama mereka, itu artinya chemistry bekerja semestinya. Negeri Van Oranje sangat diuntungkan oleh keberadaan chemistry, selain konklusi sangat cantik, yang pada karenanya mengangkat film ke level lebih terhormat daripada sekadar film jalan-jalan penjual keindahan luar negeri semata.

Exceeds Expectations



Post a Comment for "Review : Negeri Van Oranje"