Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : Kung Fu Panda 3


“Your real strength comes from being your best you.” 

Petualangan pencarian jati diri panda gemuk jago kung fu, Po (disuarakan oleh Jack Black), menjumpai penghujungnya di Kung Fu Panda 3. Setelah sang guru, Master Shifu (Dustin Hoffman), memberi Po iktikad untuk menggantikan posisinya dan sang ayah kandung, Li Shan (Bryan Cranston), akibatnya bereuni dengan Po sesudah bertahun-tahun lamanya terpisahkan, maka DreamWorks Animation merasa inilah waktu yang tepat untuk mengakhiri salah satu franchise terlaris kepunyaan mereka – atau setidaknya begitu untuk dikala ini. Tapi tentu saja, sebelum sang aksara utama dipersilahkan menikmati ‘kebahagiaan selama-lamanya’, ada tugas besar menanti yang sekali ini taruhannya adalah alam semesta. Beban besar ada di bahu Po, demikian pula duo sineas yang menggarap Kung Fu Panda 3. Mereka berkewajiban memberi salam perpisahan yang mengesankan bagi franchise ini sehabis kebersamaan selama delapan tahun. Mengingat dua instalmen sebelumnya telah berada dalam level di atas rata-rata tentu bukan masalah mudah melampaui pencapaian-pencapaiannya. Kung Fu Panda 3 pun dibayang-bayangi ketangguhan seri pembukanya, meski sejatinya sebagai film tunggal beliau tetaplah kuat dan penuh energi. 

Yes, it offers lots of fun. Sedari pertama kali dicetuskan, franchise ini memang telah bersinonim akrab dengan kata ‘mengasyikkan’. Tak terkecuali Kung Fu Panda 3. Sekalipun problem yang coba dikedepankan oleh duo Jennifer Yuh Nelson-Alessandro Carloni terasa lebih kompleks karena tidak saja fokus pada pertarungan Po melawan Jenderal Kai (J.K. Simmons) yang menyimpan penuh dendam dan ambisi tetapi juga pada permasalahan personal Po yang mulai menyadari dirinya tidak benar-benar mengetahui siapa dirinya, kegembiraan tidak terusik sedikit pun. Materi ngelaba Kung Fu Panda 3 yang intinya ada di kategori sederhana mampu memunculkan gelak tawa penonton sedemikian rupa berkat ketepatan timing dalam melemparkan bom humor dari jajaran pengisi suaranya yang jago – khususnya Jack Black yang sangat terasa begitu menyatu dengan aksara Po. Paruh awal yaitu kesempatan emas bagi penonton untuk aneh-gilaan bersama Po, kawan-mitra The Furious Five-nya, serta kedua ayahnya, Li dan Mr. Ping (James Hong) dengan metode bersenang-senang cenderung urakan disetel dalam volume tinggi sehingga memungkinkan penonton terus menerus terpingkal-pingkal melihat tingkah polah mereka. 

Disamping kandungan hiburan berlimpah (bisa dibilang, jilid ketiga ini paling ‘edan’), keunggulan Kung Fu Panda 3 terletak pada animasinya yang memukau. “Wow!,” yaitu lisan pertama yang terlontar dari verbal begitu keluarga kecil Po menapakkan kaki di Desa Panda. Well, bantu-membantu dari permulaan film telah banyak bermunculan gambar-gambar yang akan membuatmu geleng-geleng kepala seperti Dunia Roh daerah Master Oogway (Randall Duk Kim) bermukim, kemudian desain Jombies yang merupakan anak buah Jenderal Kai, namun penggambaran kawasan tinggal para panda beserta para pandanya itu sendiri yang diciptakan dengan personality beraneka ragam merupakan bagian terbaik dari film. Satu panda dalam wujud Po saja sudah cukup bikin gemas, maka coba bayangkan bagaimana hasilnya kalau ada puluhan (atau bahkan ratusan) panda dengan berbagai karakteristik dan usia di satu kawasan? Jika meminjam istilah anak gaul zaman kini, “minta banget diunyel-unyel.” Begitulah, kemahiran dalam memvisualisasikan para panda ini yaitu keberhasilan utama dari Kung Fu Panda 3. Itu masih ditunjang oleh sederet guliran aksinya yang terhampar seru plus memiliki nilai excitement tinggi sampai-sampai perjalanan menemani Po dalam menemukan jati dirinya ini tak pernah terasa melelahkan sedikit pun. 

Tentu tidak semuanya tepat. Keputusan tim pembuat film memberi fokus lebih terhadap duduk perkara langsung Po berdampak pada tergerusnya jatah tampil The Furious Five. Mereka tidak lagi memiliki donasi besar dalam menghibur menonton mirip halnya di dua jilid pendahulu. Selain porsi abjad pendukung, kecuali Li Shan, agak tersingkirkan kali ini, guliran pengisahan Kung Fu Panda 3 pun tak istimewa-istimewa amat lantaran pada dasarnya hanyalah pengulangan dengan peningkatan kompleksitas. Klimaksnya di 20 menit terakhir juga tidak segegap gempita yang dibayangkan mengingat lawan Po, Jenderal Kai, tidaklah sembarangan dilihat dari koleksi chi para hebat kung fu maupun amarah ratusan tahunnya. Kemerosotan intensitas di konfrontasi selesai ini memang sangat disayangkan setelah aneka macam canda tawa maupun baku hantam asyik di menit-menit sebelumnya. Andai saja pertarungan Po-Jenderal Kai memperoleh lebih banyak injeksi ketegangan, boleh jadi salam epilog pada franchise Kung Fu Panda akan menawarkan kesan mendalam alasannya adalah bahkan tanpa adanya sensasi gregetan pada adegan pertempuran puncak mirip ini sekalipun, Kung Fu Panda 3 tetap memberi kesenangan maksimal kepada para penontonnya berkat paduan manis humor, agresi, beserta animasinya.

Exceeds Expectations (3,5/5)

Post a Comment for "Review : Kung Fu Panda 3"