Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : Krampus


“Saint Nicholas is not coming this year. Instead, a much darker, ancient spirit. His name is Krampus. He and his helpers did not come to give, but to take.” 

Setelah memberi kejutan anggun untuk para penikmat film menyeramkan melalui Trick ‘r Treat yang secara cepat menjadi tontonan wajib menjelang Halloween, Michael Dougherty seolah menghilang dari permukaan bumi. Selama bertahun-tahun tidak ada proyek baru, Trick ‘r Treat sempat dianggap sebagai keberuntungan pemula semata hingga kesudahannya Dougherty kembali menciptakan gebrakan simpulan tahun ini lewat Krampus. Tidak jauh berbeda dengan karya debutnya, Krampus pun masih bermain-main di area horor hanya saja kali ini balutan komedinya cukup pekat. Yang menjadikannya semakin terasa istimewa yaitu si pembuat film mencoba membangunkan kembali gelaran angker berlatar Natal yang tertidur selama hampir satu dekade setelah terakhir kali Black Christmas. Perkawinan ‘Natal-horor’ memang sepintas terkesan bukan wangsit manis sebab semangat keduanya saling bertolak berlakang, tapi sekadar mengingatkan, kita sebelumnya telah memperoleh sajian serupa di Gremlins (1984) instruksi Joe Dante yang masih tetap mengasyikkan untuk ditonton ulang saban Natal. Krampus, walau belum mencapai tahapan sehebat Gremlins, tetap bisa dikatakan sebagai kado Natal sempurna bagi para pecinta film horor. It’s entertaining as hell. 

Apakah kau tahu bahwa Sinterklas mempunyai ‘saudara kembar’ kejam berjulukan Krampus? Berbeda jauh dari Sinterklas yang divisualisasikan mirip kakek gemuk ramah, Krampus digambarkan mempunyai fisik dan perangai mengerikan. Wujud makhluk legendaris yang hidup dari kisah kuno masyarakat pegunungan Alpen ini memiliki tampilan ibarat perpaduan kambing dengan iblis lengkap disertai tanduk menjulang tinggi, bulu hitam lebat, serta membawa rantai besar. Krampus merupakan ‘Anti-Santa’ yang menjatuhkan eksekusi-hukuman mengerikan pada belum dewasa berkelakuan jelek begitu hari Natal mendekat. Dalam film aba-aba Dougherty, Krampus menghadiahkan teror ke sebuah keluarga disfungsional yang terpaksa merayakan Natal bersama hanya alasannya adalah mereka mempunyai pertalian darah tanpa benar-benar memahami esensi bahwasanya dari perayaan ini. Krampus menjawab ‘panggilan’ dari si bungsu Max (Emjay Anthony) yang menyatakan kebenciannya terhadap setiap anggota keluarga selepas dipermalukan oleh kedua sepupunya dalam acara makan malam. Tanpa menunggu terlalu lama, Krampus pun mengirimkan pasukan-pasukan iblisnya untuk memeriahkan Natal di rumah keluarga Max yang dipenuhi relasi acuh taacuh. 

Sepertinya, Michael Dougherty memang ditakdirkan untuk menelurkan karya-karya menyeramkan berbasis perayaan tertentu sebagai latar penceritaan. Krampus menerangkan bahwa dia bukanlah ‘one hit wonder’ atau ‘pemula yang beruntung’ atau apapun sebutannya alasannya sederet kesenangan di Trick ‘r Treat bisa juga kau peroleh disini. Bahkan, Krampus mampu dikatakan sedikit lebih ambisius alasannya mirip mencoba menggabungkan elemen dari Gremlins, National Lampoon’s Christmas Vacation, dan Home Alone menjadi satu kesatuan. Ya, agak kompleks dibanding film perdana, Krampus tidak hanya mengedepankan kengerian demi kengerian sebagai jualan utamanya tetapi juga memasukkan banyak humor-humor menggelitik sekaligus drama keluarga khas film-film Natal yang keberadaannya seringkali difungsikan untuk memberikan keresahan si pembuat film terhadap masyarakat modern yang mulai melupakan makna perayaan hari-hari besar keagamaan, dalam hal ini Natal. Lewat adegan pembuka Dougherty malah telah memberi sindiran keras yang menampakkan betapa kapitalisme telah mengubah ‘kedamaian Natal’ menjadi ‘kebuasan Natal’. Duh. 

Tetapi tentu saja Krampus tidak akan melulu ngedumel soal pergeseran makna ini alasannya adalah seperti tujuan awal, Krampus ialah soal menghadirkan keceriaan Natal dengan cara nyeleneh. Ya, setidaknya sepanjang satu setengah jam kamu – khususnya para pemuja film horor – akan diajak bergembira oleh Dougherty menyaksikan dua keluarga yang terperangkap di dalam rumah tanpa pedoman listrik sebab terjangan tornado salju bersatu padu mempertahankan diri melawan serangan Krampus dan antek-anteknya yang mencakup benda-benda tak terbayangkan sebelumnya. Siapa sih yang menyangka insan kue jahe, boneka beruang, hingga mainan jack-in-the-box bisa menjadi mesin pembunuh yang begitu mengerikan? Menjelang Natal pula! Keliaran khayalan Dougherty ini berhasil tervisualisasikan dengan menarik walau tingkat keekstrimannya agak ditekan demi menghindari tontonan kelewat mencekam mengingat keinginannya merengkuh pangsa pasar lebih luas (baca: keluarga). Untuk menyiasati kurangnya kandungan teror, maka humor pun digenjot dalam dosis cukup tinggi sehingga penonton memperoleh kegilaan maksimal selama menyaksikan Krampus. Kita tidak saja merasakan sensasi jantung berdebar-debar tetapi juga tertawa tergelak-gelak. Seru!

Exceeds Expectations



Post a Comment for "Review : Krampus"