Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : Big Hero 6


“Wait 'til my brother sees you! You're going to help so many people, buddy. So many!” 

Dengan merapatnya Marvel ke kubu Disney, apakah pernah terlintas di benakmu ilham aneh soal film animasi yang mempertemukan tuturan klasik khas Disney dengan dongeng superhero khas Marvel? Apabila ya, well... ternyata kita tidak perlu menunggu terlalu usang untuk membayangkannya terwujud menjadi kenyataan sebab itulah yang akan kamu kudap di film animasi ke-54 produksi Walt Disney Animated Classic, Big Hero 6. Usai menyeret penonton memasuki dunia dongeng kerajaan antah berantah lewat Tangled dan Frozen serta dunia game penuh ‘penghormatan’ dalam Wreck-It Ralph, kini saatnya bagi mereka untuk mengikuti tren yang tengah digandrungi di industri perfilman – sekaligus memanfaatkan koleksi komik Marvel – dengan memboyongmu ke dalam dunia superhero. Terinspirasi dari salah satu komik rilisan Marvel berjudul sama, maka lahirlah sebuah film animasi penuh kesenangan berjudul Big Hero 6 yang mirip mengombinasikan Spider-Man, Fantastic Four, dan The Avengers

Big Hero 6 mempertemukan kita kepada Hiro Hamada (Ryan Potter), bocah jenius berusia 14 tahun, yang tinggal di sebuah kota fiksi berjulukan San Fransokyo – perpaduan antara San Fransisco dan Tokyo. Ketimbang menentukan melanjutkan pendidikan ke sekolah tinggi tinggi yang dianggapnya tidak akan memberi banyak bantuan keilmuan kepadanya, Hiro menghabiskan waktunya untuk ‘bekerja’ sebagai petarung robot ilegal sampai sang abang, Tadashi (Daniel Henney), mengajaknya berkeliling ke laboratorium universitas. Pertemuannya dengan Robert Callaghan (James Cromwell), profesor kenamaan yang mengajar di sana, mengubah motivasi hidup Hiro yang sebelumnya terombang ambing tanpa kejelasan. Belum lama Hiro menemukan kembali semangat hidupnya, seseorang penuh dendam merenggutnya secara paksa yang membuatnya terpenjara dalam kesedihan tak berkesudahan. Ketika harapan seolah telah sirna, robot medis ciptaan Tadashi, Baymax (Scott Adsit), tiba dalam kehidupannya membawa semangat baru. Bersama Baymax, Hiro mencium sesuatu yang tidak beres di San Fransokyo sehingga beliau pun merasa perlu untuk menguaknya. Caranya? Dengan mengubah beberapa konco barunya – yang tidak lebih dari sekumpulan nerd – menjadi sekelompok superhero yang dilengkapi teknologi canggih. 

Apabila kau rutin bertandang ke bioskop, mungkin trailer Big Hero 6 bukan lagi sesuatu yang abnormal mengingat ini senantiasa menyapamu dalam dua bulan terakhir sesaat sebelum film utama dihantarkan. Bosan? Tentu saja. Bahkan saya enggan menengok ke layar tatkala pihak bioskop memutar trailernya. Akan tetapi, tidak peduli seberapa sering kau dicekoki trailer ini, Big Hero 6 tetap ampuh membuatmu tertawa terbahak-bahak berulang kali, bersemangat menyimak gelaran aksinya yang betul-betul seru, serta mengusap air mata. Disney tidak bertindak ceroboh dengan membocorkan bagian-bab terbaik dalam film sebab pada kenyataannya apa yang kau lihat di trailer hanyalah sebagian kecil dari kegembiraan yang mampu kamu jumpai dikala menyaksikan Big Hero 6. Don Hall dan Chris Williams mengajak kita menaiki roller coaster yang melaju cepat di rute penuh kelokan sehingga kecil kemungkinan bagimu – begitu pula penonton cilik – untuk dibuat bosan oleh Big Hero 6

Big Hero 6 memang mempunyai formula yang diperlukan ada pada sebuah film superhero, meski sekali ini berwujud animasi. Sebut saja yang kamu inginkan: aksi gegap gempita? Check! Guyonan segar pencair ketegangan? Check! Drama mengharu biru penguras emosi? Check! Villain yang tangguh? Check! Tokoh utama yang gampang untuk dicintai? Check! Dan karena ini film keluarga, pesan budpekerti yang bagus untuk anak-anak? Check! Big Hero 6 betul-betul tidak kekurangan amunisi untuk menjadikannya sebagai hidangan keluarga bercita rasa hiburan yang yummy menggoyang pengecap. Selain tuturannya yang apik mengikat, film pun masih dianugerahi oleh visual anggun pula detil yang menabrakkan budaya Barat dengan Timur, isian tembang pengiring penggugah semangat dari Fall Out Boy (‘Immortals’), dan... Baymax. Ya, Baxmax. Keberadaan robot gendut berbentuk marshmallow raksasa yang imut-imut menggemaskan ini saja sudah cukup untuk dijadikan sebagai alasan untuk tak melewatkan Big Hero 6. Kepolosan dari abjad yang segera menjadi ikonik di abad mendatang ini akan membuatmu terpingkal-pingkal, gregetan sekaligus jatuh hati kepadanya. Menambah daya tarik dari film yang pada dasarnya sudah sedemikian menarik ini.

Note : selayaknya film animasi milik Disney, sebaiknya jangan terlambat memasuki gedung bioskop sebab ada film pendek pembuka berjudul Feast yang cantik dan jenaka. Dan selayaknya film superhero dari Marvel, sebaiknya jangan terburu-buru meninggalkan gedung bioskop alasannya adalah ada post-credits scene yang begitu layak untuk dinanti.

Outstanding


Post a Comment for "Review : Big Hero 6"