Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : Scoob!


“Scoob, you’re the best friend I could ever ask for and you always will be.”

Apabila diminta untuk menyebut serial animasi dari kala kecil yang menempel kuat di ingatan, saya punya beberapa kandidat dan salah satunya terperinci Scooby-Doo. Kecintaan pada dongeng-dongeng misteri membuat diri ini gemar mengikuti sepak terjang kelompok detektif amatir bernama Mystery Inc. dalam mengungkap kasus-masalah nyeleneh bertopengkan unsur supranatural. Dipandang melalui kacamata seorang bocah, serial ini sejatinya cukup menyeramkan yang untungnya dikompensasi oleh eksistensi elemen komedinya yang amat pekat. Dua personilnya yang penakut, Shaggy dan si abjad tituler yang merupakan sesosok anjing yang mampu berbicara, didayagunakan sebagai pemantik tawa. Mereka gemar bersenda gurau, menyantap kuliner lezat… dan benci hantu. Sepintas memang terdengar seperti personil yang tak memiliki kegunaan, tapi sulit sekali untuk membenci keduanya terlebih mereka adalah “jantung” dari Mystery Inc. maupun Scooby-Doo itu sendiri. Tanpa dua sejoli ini, narasi bakalan berjalan lempeng-lempeng saja tanpa ada kesenangan yang membuncah. Itulah mengapa saat Warner Bros. berniat memboyong serial ini sekali lagi ke layar lebar (sebelumnya telah dilakukan dalam dwilogi live action di awal 2000-an), fokusnya diletakkan pada dinamika persahabatan Shaggy-Scooby yang memang jualan utama serialnya disamping elemen misteri. Mengaplikasikan format animasi 3D, film berjudul Scoob! ini mencoba bangun sebagai origin story yang mencelotehkan awal mula terbentuknya persahabatan kelompok “pemburu hantu”, seraya membuka jalan untuk semesta penceritaan lebih luas yang mempertemukan huruf-aksara lain dari properti milik Hanna-Barbera.         

Ya, melalui Scoob!, penonton akan mengetahui bagaimana Shaggy (Will Forte) berjumpa dengan Scooby-Doo (Frank Welker) untuk pertama kali. Keduanya bertemu di pantai dalam satu peristiwa dan kesepian menciptakan mereka menemukan ikatan secara instan. Scooby adalah anjing liar yang tak pernah mengenal cinta, sementara Shaggy yakni bocah kesepian yang mencari arti hidup. Selama beberapa waktu, mereka membentuk “duo” yang saban hari hanya bermain-main sampai kemudian takdir memperkenalkan keduanya dengan Fred (Zac Efron), Daphne (Amanda Seyfried), dan Velma (Gina Rodriguez). Usai tolong-menolong memecahkan misteri rumah angker, lima teman ini lantas menetapkan untuk mengkreasi Mystery Inc. yang mempunyai misi memecahkan masalah-perkara supranatural. Kelompok ini tanpa dinyana sanggup bermetamorfosis semakin besar dari tahun ke tahun yang kemudian mendorong Velma dkk untuk membuatnya sebagai lahan bisnis. Guna mewujudkannya, mereka pun mencari investor yang bersedia menanamkan modal dan menemukannya dalam sosok Simon Cowell (diisi suaranya oleh Simon Cowell sendiri). Keadaan lantas menjadi pelik dikala Simon menganggap Shaggy dan Scooby tak berkontribusi apapun pada Mystery Inc. sehingga keduanya merasa tersinggung, lalu minggat. Dalam “pelarian”, dua sobat ini mendadak diserbu oleh sekawanan alien yang membuat mereka kewalahan dan terpojok. Seolah keadaan masih belum cukup gila, sebuah pesawat misterius yang ditunggangi Blue Falcon (Mark Wahlberg), Dee Dee Sykes (Kiersey Clemons), beserta Dynomutt (Ken Jeong) kemudian menyelamatkan mereka dan trio ini tanpa babibu pribadi menawarkan kabar mengejutkan: Scooby sedang diincar satu penjahat besar alasannya adalah ternyata oh ternyata, si anjing cerewet ini berdarah aristokrat.


Selama sekitar 15 menit pertama, Scoob! tampak lebih menjanjikan ketimbang Scooby-Doo (2002) maupun Scooby-Doo 2: Monsters Unleashed (2004) yang humor-humornya kerap meleset dan agak terlalu “mengundang” sebagai tontonan seluruh keluarga. Kita mendapati guyonan polos nan menggelitik mengikuti karakter-karakternya yang masih bocah, kita juga mendapati sentuhan horor melalui masalah pertama yang dihadapi oleh Mystery Inc. Ditambah adanya lantunan tembang pembuka klasik “Scooby-Doo, Where Are You!” yang diaransemen ulang, film aba-aba Tony Cervone ini seolah bergerak ke jalur semestinya. Jalur yang didamba-damba oleh para penggemar versi serialnya. Tapi saat Blue Falcon berikut anggota timnya memasuki arena penceritaan dan terlibat semakin dalam, pada dikala itulah hamba menyadari bahwa si pembuat film tidak pernah meniatkan Scoob! menjadi tontonan komedi-misteri yang sederhana, melainkan mewujudkannya sebagai gelaran blockbuster penuh gegap gempita yang mengawali sebuah franchise. Bukan keputusan yang sepenuhnya keliru, toh Scooby-Doo tidak lagi ajaib dengan crossovers dimana para karakternya berjumpa dengan tokoh-tokoh dari properti lain milik Hanna-Barbera dan Warner Bros. – bahkan mereka pernah berkolaborasi bersama Batman. Hanya saja, ada aneka macam huruf yang bersliweran di sini yang rasa-rasanya hanya mampu dipahami oleh penonton sepuh dan penggemar berat karena film tidak pernah mempunyai waktu untuk menguliknya satu demi satu. Bahkan, pembagian terstruktur mengenai karakterisasi dari personil Mystery Inc. pun terbengkalai utamanya trio Fred-Daphne-Velma yang porsi tampilnya tidak lebih banyak dibanding komplotan Blue Falcon yang cukup mendominasi. Saya sampai sempat bertanya-tanya, “ini bahu-membahu filmnya Scooby atau Dynomutt ya?”

Tidak ada lagi perkara misterius nan menarik keingintahuan yang semestinya dipecahkan lantaran film terlalu sibuk berupaya membuai penonton cilik dengan narasi was-wis-wus yang dipenuhi langgar generik disana-sini. Mesti diakui Scoob! masih cukup seru untuk ditonton demi mengisi waktu luang, tapi besar kemungkinan kau tidak akan mampu mengingat apa-apa saja yang terjadi setelah beberapa dikala. Seolah film tidak cukup percaya diri untuk menyuguhkan premis klasiknya kepada penonton muda periode sekarang yang telah terbiasa dengan menu serba meriah, dan mungkin dinilai emoh melahap narasi yang mengetengahkan pada pemeriksaan. Scoob! kehilangan sebagian besar pesonanya lantaran pendekatan barunya yang turut menyulitkan bagi personil Mystery Inc. untuk bahu membahu. Kita memang masih mendapati interaksi asyik antara Shaggy (yang sayangnya tidak disuarakan oleh Matthew Lillard, duh!) dengan Scooby. Namun cabang penceritaan yang terbilang sesak dan laju pengisahan yang kelewat ngebut, sedikit banyak mereduksi porsi tampil keduanya sehingga konflik seputar merenggangnya kekerabatan dua sahabat ini urung menghadirkan dampak besar pada emosi. Pertaruhannya memang besar, tapi aku nyaris tidak mencicipi apapun. Padahal, film telah melakukannya dengan baik melalui momen-momen perkenalan yang menggoreskan kesan anggun nan hangat di hati. Sayangnya ambisi untuk mengakibatkan Scoob! sebagai gerbang pembuka bagi Hanna-Barbera shared universe malah menghalangi film untuk memenuhi potensinya. Andai saja film tetap fokus berada di jalur origin story yang menitikberatkan pada perkembangan huruf personil Mystery Inc. sebelum kemudian mereka terlibat dalam petualangan lebih besar, boleh jadi film akan lebih memikat. Sangat disayangkan.

Acceptable (2,5/5)      


Post a Comment for "Review : Scoob!"