Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : Cek Toko Sebelah


"Nggak usah akad dulu bila nggak yakin mampu menepati."

Dalam Cek Toko Sebelah, kita diperkenalkan kepada seorang pemilik toko kelontong bernama Koh Afuk (Chew Kin Wah). Memasuki usia senja yang menyebabkan dirinya sering sakit-sakitan, Koh Afuk berniat mewariskan tokonya ke putra bungsunya, Erwin (Ernest Prakasa). Mendengar keputusan ini, si sulung, Yohan (Dion Wiyoko), tentu naik pitam sebab merasa dilangkahi terlebih lagi ia dan istrinya, Ayu (Adinia Wirasti), selama ini telah banyak mendedikasikan waktu mereka untuk merawat Koh Afuk. Bukannya tanpa alasan Koh Afuk lebih memilih Erwin ketimbang Yohan sebagai penerus kepemilikan toko. Masa lampau si sulung yang carut marut serta sifat cenderung temperamentalnya menyebabkan sang ayah sulit mempercayakan bisnis keluarga ke Yohan. Satu kalimat berbunyi, “mengurus hidup kamu sendiri saja belum bener, bagaimana kau mengurus karyawan-karyawan toko?,” bentuk penegasan keputusan Koh Afuk. Di lain pihak, Erwin yang memperoleh doktrin justru mengalami kebimbangan. Karirnya tengah meroket dan kekasihnya, Natalie (Gisella Anastasia), terperinci-terangan menawarkan keberatan menyusul kebersediaan Erwin untuk menjajal mengurus toko selama sebulan. Tak bisa terelakkan lagi, konflik dalam keluarga kecil ini yang sejatinya telah tersulut sedari bertahun-tahun silam pun karenanya meledak juga. 

Cek Toko Sebelah merupakan bukti kematangan Ernest Prakasa sebagai seorang sineas. Dia menunjukkan bahwa langkah awalnya yang sangat meyakinkan dalam Ngenest – membuahkan dia banyak trofi dari bermacam-macam ajang penghargaan film – bukan semata-mata keberuntungan pemula. Seperti halnya film debutannya, laju pengisahan dalam Cek Toko Sebelah pun dialirkannya secara lancar, gesit, pula dinamis sehingga tak mempersilahkan kejenuhan menyergap penonton barang sedetik pun. Perpaduan antara momen komedik dengan dramatiknya melebur mulus dengan masing-masing berhasil hadir sama kuatnya. Oleh karena itu, dikala kau risikonya menetapkan untuk menonton film ini di bioskop, jangan lupa membawa persediaan tissue karena Cek Toko Sebelah akan menciptakan pelupuk matamu basah berulang-ulang kali sepanjang durasinya mengalun. Bukan semata-mata air mata haru berkat kehangatan plotnya yang menyinggung soal betapa berharganya sebuah keluarga, tetapi juga air mata balasan terlalu banyak tertawa karena rentetan humor yang dilontarkannya bekerja sangat efektif. Ada lebih banyak momen-momen dimana bom kelakar berhasil diledakkan sempurna yang menghasilkan derai-derai tawa berkepanjangan ketimbang berakhir melempem sampai terdengar suara “krik krik” teramat terang dari kebun sebelah. 

Pendayagunaan rekan-rekan komika untuk memanggul pilar-pilar komedi mula-mula memang bikin hati cemas mengingat formasinya terhitung besar. Apa mungkin tidak akan saling tumpang tindih atau malah menciptakan filmnya menjadi terlalu konyol dan berdampak ke mengaburnya fokus penceritaan? Lagi-lagi kelewat mendeskreditkan kapabilitas Ernest, karena kenyataannya, bagian komedi bisa berjalan semestinya tanpa pernah mendistraksi elemen lain dalam film. Memang sih saya berharap ada beberapa bagian lawak yang dipangkas demi memberi ruang lebih bagi tumbuh berkembangnya momen emosional termasuk menggali lebih dalam satu dua karakter inti, namun guyonan-guyonan yang dikedepankan Cek Toko Sebelah mempunyai level kocak terhitung tinggi sampai-hingga memupuskan keluhan lebih lanjut. Ya, ketepatan mengatur kemunculan guyonan (alasannya adalah komedi juga soal timing yang pas!), beragamnya materi kelakar yang dilemparkan dari sesederhana ledek meledek, kemudian sesekali bermain-main dengan info mirip pelecehan seksual hingga memakai referensi (ehem, Keluarga Cemara?), serta pemilihan pelaku sesuai dengan kebutuhan yakni kunci dari bernyawanya elemen komedi disini. Sulit untuk tidak terpingkal-pingkal setiap kali Dodit Mulyanto, Adjis Doaibu, Awwe, Yusril Fahriza, hingga paling juara hebohnya, Asri Welas, menampakkan diri di layar. Mereka sangat mencuri perhatian di setiap kemunculan masing-masing. 

Yang kemudian membuat Cek Toko Sebelah kian memikat yakni kemahiran Ernest mengorkestrasi sektor drama. Dibanding Ngenest, Cek Toko Sebelah memang mempunyai muatan drama lebih pekat mengingat lahan konfliknya berkisar pada keluarga. Penonton telah diberi isyarat sedari awal mirip adegan Yohan meminjam uang ke Koh Afuk atau adegan makan bersama yang berlangsung acuh taacuh bantu-membantu laju film tidak akan sepenuhnya hura-hura belaka. Ini menarik. Dengan umpan telah dilemparkan semenjak menit-menit pertama, penonton pun tak kelabakan resah era masinis lantas membelokkan kereta ke arah lain. Apabila kau memendam keraguan akan sulit terkoneksi ke tuturan kisah yang digulirkan oleh Ernest alasannya adalah berkutat di problem keluarga keturunan Tionghoa, tak perlu risau. Pada dasarnya film ini mengapungkan konflik yang sifatnya universal sekaligus personal bagi sebagian besar penonton. Coba ingat-ingat lagi, pernahkah kita bertikai dengan orang renta? Pernahkah kita merasa telah berbuat apapun untuk orang renta tapi kemudian tak dianggap? Pernahkah kita mengiyakan usul orang tua semata-mata demi tidak membuat hati mereka kecewa meski itu berarti mengkhianati impian diri sendiri? Pernahkah kita dihantui penyesalan teramat dalam alasannya adalah merasa belum mampu membahagiakan orang renta semasa hidup? Pernahkah kita merasa orang renta lebih mencintai abang/adik ketimbang kita? Kalau setidaknya satu diantaranya pernah kamu alami, mudah untuk memahami pergolakan batin Koh Afuk, Yohan, maupun Erwin. 

Pergolakan batin ini diterjemahkan ke bahasa visual secara subtil oleh Ernest dan memperoleh derma akting jempolan dari Chew Kin Wah, Dion Wiyoko, serta Adinia Wirasti yang menyokong pilar-pilar drama. Chew Kin Wah memberi interpretasi jempolan untuk sosok ayah yang tampak tangguh di permukaan namun sejatinya menyimpan kegundahan hati mendalam, Dion Wiyoko tampilkan performa menyengat jago sebagai anak sulung yang berharap dapat berekonsiliasi dengan sang ayah, sementara Adinia Wirasti berbekal karisma kuatnya menghadirkan keteduhan diantara panasnya perseteruan anggota-anggota keluarga lain. Mereka beresonansi membuat getaran-getaran emosi yang memang diperlukan di elemen drama. Simak pada adegan Ayu mencoba menenangkan suaminya yang meledak-ledak, pertikaian di rumah sakit, hingga adegan di kuburan. Tanpa akting-akting ciamik, kesemuanya sangat mungkin berlalu tanpa kesan. Namun berkat kombinasi lakonan berkelas premium dari ketiga pemain tersebut, momen-momen ini membuat hentakan ahli yang akan membuatmu tak ragu-ragu menyeka air mata. Sungguh mengejutkan memang melihat bagaimana Ernest mampu meng-handle babak komedi dan drama dengan sama baiknya di Cek Toko Sebelah. Jika beliau bisa terus konsisten seperti ini, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan namanya akan berada dalam jajaran “sineas Indonesia paling besar lengan berkuasa.” Luar biasa!

Noted : Coba perhatikan merek-merek barang yang ada di toko Koh Afuk. Detil yang kocak!

Outstanding (4,5/5)

Post a Comment for "Review : Cek Toko Sebelah"