Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : The Huntsman: Winter's War


“Whoever gets in there will be unstoppable.” 

Menilik respon kurang membahagiakan yang diterima Snow White and the Hunstman abad dilempar ke pasaran empat tahun silam – plus adanya skandal antara Nasrani Stewart dengan sang sutradara – agak mengejutkan Universal berusaha untuk tetap mengkreasi franchise bagi adaptasi kisah Putri Salju ini. Bisa jadi, mengguritanya Disney di industri hiburan berkat interpretasi baru terhadap dongeng-dongeng klasik pengantar tidur adalah motivasi utama mereka melahirkan The Huntsman: Winter’s War yang dijual sebagai “dongeng sebelum Snow White” dalam bahan promosinya. Jualan untuk prekuel sekaligus sekuel (ya, keduanya!) bagi sang predesesor ini tidak hanya berhenti hingga disitu karena sejumlah bintang kelas A pun turut direkrut, mirip Jessica Chastain dan Emily Blunt, disamping Charlize Theron beserta Chris Hemsworth yang kembali mengulang tugas mereka. Dengan konfigurasi lini pemain utama semenggoda ini, tentu ada harapan The Huntsman: Winter’s War mampu menebus kesalahan-kesalahan jilid sebelumnya. Tapi impian tinggalah impian era apa yang terlihat andal di atas kertas ternyata kesulitan mengilap begitu terpampang di layar perak. 

Mulanya, The Huntsman: Winter’s War ialah sebuah prekuel bagi Snow White and the Huntsman dengan setidaknya 30 menit pertama berisi kilas balik ke kehidupan Ravenna (Charlize Theron) dan sang pemburu, Eric (Chris Hemsworth), sebelum keduanya berseteru. Ravenna diketahui mempunyai seorang adik berjulukan Freya (Emily Blunt) yang menerima pengkhianatan dari tunangannya sehingga membentuk diri Freya sedingin sekaligus sekejam sang kakak. Freya membangun kerajaannya sendiri di wilayah Utara, kemudian merekrut bocah-bocah untuk dilatih sebagai pasukannya – disebut ‘Huntsman’ – yang tidak mengakui keberadaan cinta. Salah satu rekrutannya adalah Eric yang mempunyai ketertarikan berlebih kepada Sara (Jessica Chastain), sesama huntsman. Keduanya berencana kabur dari kerajaan Freya untuk menyebarkan cerita cinta mereka. Tentu saja Freya tak mengijinkan dua sejoli ini berbahagia sehingga perpisahan pun tak bisa terelakkan lagi. Bertahun-tahun dirundung sedih, Eric membantu Snow White memerangi Ravenna yang membawa kita memasuki fase sekuel dalam Winter’s War. Pada tahapan ini, Eric berusaha melacak eksistensi cermin asing demi menghancurkannya ditemani empat kurcaci, dan seorang ksatria, sebelum benda berkekuatan magis tersebut jatuh ke tangan Freya yang membisu-membisu juga telah mengincarnya. 

Sejatinya Winter’s War tergolong menarik apabila diproyeksikan sepenuhnya sebagai prekuel alih-alih turut menggelembungkan kisahnya menjadi sekuel apalagi tanpa kehadiran Snow White (and it's really weird). Masa kemudian Ravenna, termasuk hubungannya dengan sang adik yang seketika mengingatkan kita pada Frozen, mempunyai amunisi memadai untuk dikulik lebih jauh. Kenapa ia mampu sampai pada titik kejahatan paripurna? Atau, bagaimana beliau memperoleh kekuatannya? Lalu, apa efek kemunculan sisi gelap Ravenna bagi orang-orang terkasihnya? adalah serangkaian pertanyaan yang lebih sepatutnya dipertanyakan ketimbang “bagaimana masa lalu Eric sebelum berjumpa Snow White?” mirip dilakukan oleh si pembuat film, Cedric Nicolas-Troyan, beserta duo peracik skrip, Evan Spiliotopoulos dan Craig Mazin. Ya, sangat mengherankan memang melihat keputusan tim dibelakang layar untuk mengabaikan Ravenna yang perkembangan karakteristiknya memungkinkan bergerak dinamis demi memperlihatkan panggung bagi Eric yang cenderung datar-datar saja. Sebagai abjad yang mendapatkan sorotan lebih – bahkan dipampang di judul – Eric jauh dari kata menarik, bahkan terlibas habis oleh Freya. Jalan hidupnya tidak menggugah untuk diikuti termasuk dongeng percintaannya yang terkesan dipaksakan, terburu-buru dalam pengembangannya sekaligus bercita rasa masbodoh. 

Penulisan naskah yang sembrono diperparah pula oleh absennya chemistry antara Chris Hemsworth dengan Jessica Chastain. Sulit untuk meyakini bahwa Eric dan Sara yaitu pasangan sejati. Menginvestasikan emosi kepada dua sejoli ini juga bukan kasus gampang sehingga dikala mereka dipaksa berpisah atau saat kenyataan terkuak, tidak meninggalkan bekas apapun kecuali rasa tidak peduli. Dengan ketidakmampuan menciptakan penonton bersimpati kepada abjad utama, malah aku lebih ingin melihat duo ratu jahat beraksi daripada duo ksatria, maka ketertarikan untuk Winter’s War terus menerus menguap seiring berjalannya durasi. Terlebih lagi, film pun tidak terang ingin diletakkan di ranah mana dengan posisinya yang serba tanggung antara ingin mengarah ke historical period atau fantasi berbasis dongeng. Jika Winter’s War memang diniatkan sebagai film cerita – menilik dari parade makhluk fantasinya beserta bahan promo – daya magis sama sekali tidak dimilikinya. Kostum yang dikenakan oleh barisan karakternya memang terjuntai menawan dan efek khususnya cukup baik dalam memvisualisasikan latar antah berantahnya, tetapi kesan epik apalagi mencengangkan mirip ketika menyaksikan, katakanlah, Cinderella, enggan muncul. 

Dan jika kamu mengharapkan adanya peperangan akbar alasannya judulnya mengisyaratkan itu, hempas jauh-jauh karena judul sebatas judul. Tidak ada peperangan besar-besaran dalam film ini (well, bujetnya mengalami pemangkasan cukup banyak) melainkan sebatas sekumpulan adegan-adegan pertarungan tanpa bekal koreografi mumpuni yang akan membuat siapapun pecinta film historical period memutar-mutar bola mata dan menguap lebar-lebar. Bahkan kamu juga tidak mampu berharap banyak kepada jajaran pemainnya yang menjadi korban kekacauan naskah, mirip duo Hemsworth-Chastain yang kesalahan mereka telah aku jabarkan di paragraf sebelum ini, Emily Blunt yang motivasi karakternya terlalu lemah pula dipertanyakan hingga Charlize Theron yang sekalipun tetap memberi kengerian pada sosok Ravenna namun gerak geriknya terlalu dibatasi dan sebagian besar atraksinya telah diungkap melalui trailer mengingat porsi tampil Theron di Winter’s War pun hanya sepersekian menit. Meski upaya keras mereka sedikit banyak mengangkat derajat film, namun keberadaan mereka tetaplah tersia-sia karena potensi besar masing-masing tak pernah dimaksimalkan Cedric Nicolas-Troyan yang mirip kebingungan dengan visinya untuk Winter’s War.

Poor (2,5/5)




Post a Comment for "Review : The Huntsman: Winter's War"