Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : Terlalu Ganteng


“Ternyata jadi orang ganteng itu nggak gampang ya.”

Sebagai seorang pria bertampang pas-pasan, saya sering melihat ketampanan sebagai suatu berkah. Betapa tidak, ditengah masyarakat yang kerap menghakimi seseorang menurut penampilan fisiknya, pria ganteng sering mendapatkan privilege. Dari hal paling fundamental seperti mudah melakukan pendekatan dengan perempuan yang ditaksir, lalu kemungkinan dijutekin sama mbak-mbak kasir yang mukanya sering dilipet-lipet kayak kardus pun kecil, lalu kalau mau beli barang yang harganya agak mahalan dikit langsung dipepet sama si SPG (dan nggak dicibir “dih muka susah gitu emang bisa beli?”) sampai mudah dapet panggilan kerja alasannya adalah foto kinclongnya menguarkan aura meyakinkan alih-alih suram tanpa impian. Saking seringnya mampu pengalaman kurang mengenakkan seperti ini, saya sering mengalami insecure hingga-sampai melontarkan tanya bernada kurang syukur pada Tuhan, “apakah dulu wajah aku ini dicetak dari materi sisa orang-orang tampan ya?”. Betul, aku pernah terperosok dalam lembah hitam itu selama beberapa saat. Lembah hitam yang membuat rasa percaya diri tiarap. Membutuhkan waktu cukup panjang untuk kembali berdiri dan menemukan cara berfaedah supaya berkenan mencintai diri sendiri secara apa adanya. Itu sulit lho! Saat menonton Terlalu Tampan yang disadur dari LINE Webtoon terkenal, saya sempat berulang kali dibuat terkekeh-kekeh. Bukan saja alasannya filmnya memang kocak, tetapi karena aku juga teringat lagi ke era-era suram itu. Dialog “ternyata jadi orang ganteng itu nggak mudah ya” menegaskan bahwa wajah rupawan tak lantas menciptakan hidup menjadi serba mudah. Pada jadinya, penerimaan terhadap diri sendiri yaitu solusi terbaiknya.

Kok jadi berat gini ya obrolannya? Gara-gara nebeng curhat sih. Padahal Terlalu Tampan bukanlah tipe film yang akan bikin dahi penonton mengerut gara-gara materi penceritaannya dicuplik dari buku teks kuliah anak filsafat. Sebaliknya, film garapan sutradara pendatang gres Sabrina Rochelle Kalangie (sebelumnya ia menggarap webseries Filosofi Kopi) ini menghadirkan banyak keceriaan dan kesenangan di sepanjang durasinya. Kalau kamu sudah pernah membaca materi sumbernya, tentu mengetahui apa yang mampu diantisipasi dari film ini, dong? Pun begitu, Sabrina beserta tim produksi tak sepenuhnya mencomot mentah-mentah alasannya adalah mereka turut melakukan sejumlah penyesuaian termasuk mengubah status si protagonis utama, Witing Tresno Jalaran Soko Kulino alias Mas Kulin (Ari Irham), dari anak sulung menjadi anak bungsu. Dalam versi film, dia adalah adik dari Mas Okis (Tarra Budiman), yang gemar tebar pesona kepada para perempuan memanfaatkan paras tampannya. Ya, abang beradik ini memang dikaruniai wajah ganteng dan berkah tersebut menurun dari sang ayah, Pak Archewe (Marcelino Lefrandt), yang dulunya pernah memacari 1.200 cewek dan sang ibu, Bu Suk (Iis Dahlia), yang juga… ganteng. Berbeda dengan Mas Okis yang menganggap ketampanannya sebagai berkah, Mas Kulin justru memandangnya sebagai musibah. Gara-gara parasnya yang mampu menciptakan wanita mengalami mimisan, histeris, serta kejang-kejang, Mas Kulin memilih menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah demi menjaga stabilitas negara. Melihat Mas Kulin tumbuh menjadi dewasa antisosial, Bu Suk beserta personil keluarga lain pun merancang sebuah misi agar si anak bungsu ini bersedia mengenyam pendidikan melalui jalur sekolah umum alih-alih homeschooling.


Yang lantas menjadi sorotan utama dalam guliran kisah Terlalu Tampan bukanlah soal perkembangan misi tersebut melainkan bagaimana si protagonis mencoba menyesuaikan diri dengan dunia luar yang selama ini dijauhinya. Mas Kulin mendapati kenyataan bahwa dunia luar ternyata tidak seburuk perkiraannya usai dia membentuk ikatan persahabatan dengan Kibo (Calvin Jeremy) dan Rere (Rachel Amanda) yang memperlakukannya seperti orang normal alih-alih pemuda dengan level ketampanan jauh melampaui rata-rata. Sedari Kulin menjejakkan kaki di luar rumah inilah, film yang telah memulai pemanasan dalam lontaran humor melalui pengenalan huruf “keluarga ganteng” secara resmi menggila. Segala absurditas yang biasa kau jumpai pada manga, anime, maupun versi webtoon-nya, divisualisasikan secara efektif oleh Sabrina Rochelle Kalangie. Beberapa diantaranya sudah bisa disimak melalui trailer, tapi penempatan yang lagi-lagi sempurna masih memungkinkan aku untuk tergelak-gelak dalam adegan lebay bin konyol bin abnormal mirip dikala Kulin bersama Kibo mengunjungi Sekolah Menengan Atas khusus perempuan dan seketika menggegerkan seantero sekolah. Saya masih saja ngikik geli setiap kali teringat pada visual ledakan seperti baru ditimpa bom atom, bagaimana salah satu siswi datang-tiba kayang kolam kerasukan, dan tur rumah Kulin. Kocak brooo! Yang menarik pula, film pun memiliki beberapa momen lucu dengan penempatan yang bisa jadi tidak kau sangka-sangka. Berhubung aku tidak ingin membuyarkan kesenanganmu, maka hanya ada satu petunjuk yang mampu diberikan, ialah ini berkaitan dengan “tebak-tebakan”. Satu momen paling pecah dalam film yang membuat seisi bioskop serempak tertawa heboh.

Meski Terlalu Tampan beranjak dari sebuah komik online dan film mengandung serentetan momen konyol sebagai pemicu gelak tawa, guliran pengisahannya sendiri enggan mengaplikasikan format “skema-cerita-bagan” seperti kerap dianut oleh sejumlah film komedi tanah air (khususnya saat melibatkan komika). Sabrina bersama Nurita Anandia dari departemen skenario menentukan untuk meleburkan humor ke dalam penceritaan, bukannya terputus dari narasi utama kemudian diada-adakan hanya demi memberi pertanggungjawaban kepada penonton karena telah menentukan untuk bangun di genre komedi. Di sini, eksistensi humor memiliki konteks, kemunculannya pun menggunakan acuan alasannya akhir, serta ada urgensi faktual dari keberadaannya. Beruntungnya lagi, si pembuat film juga memiliki comic timing mengagumkan. Dia tahu betul kapan seharusnya sebuah guyonan disajikan secara konvensional, dan ia juga paham betul kapan seharusnya sebuah guyonan dikemas secara over the top (baca: lebay). Ada pertimbangan-pertimbangan dibaliknya, bukan sebatas ingin tampil “heboh abnormal-gilaan”. Cool, huh? Disamping hebat menciptakan huru-hara di sebagian besar durasinya, Sabrina pun membuktikan kapasitasnya dalam meramu momen sentimentil. Sebuah momen yang jelas mesti ada mengingat konflik besar yang sedang diperangi oleh Kulin berkaitan dengan pendewasaan dan penerimaan diri. Konflik tersebut mau tak mau harus ditaklukkan si protagonis usai ia memutuskan untuk mengambil langkah besar dengan keluar dari zona nyamannya dan bersedia membuka diri kepada dunia. Dari konflik ini, terlahir adegan percintaan bagus melibatkan video call beserta earphone dan “bincang-bincang bersama Bu Suk” yang tak hanya menghangatkan hati tetapi juga menyadarkan Kulin maupun penonton bahwa selalu ada resiko yang layak diambil untuk sesuatu yang berharga. Deep!


Keberhasilan Terlalu Tampan untuk tersaji sebagai tontonan yang amat menyenangkan tentu tidak semata-mata berkat sensitivitas Sabrina dan Nurita dalam meramu kisah alasannya adalah kinerja apik dari departemen-departemen lain turut mempunyai andil sama besar. Ada departemen penyuntingan yang memungkinkan laju penceritaan mengalir secara lincah, ada departemen musik dengan dukungan fusion music yang memberi keunikan tersendiri pada jiwa film, ada departemen efek khusus yang membantu mewujudkan imajinasi liar si pembuat film, ada departemen kamera yang mempersembahkan tangkapan-tangkapan gambar ketje (lihat deh bagaimana kamera membingkai adegan dikala Kulin terjerembab di lorong pada hari pertama sekolah!), sampai departemen akting dengan barisan pemain yang menyuguhkan lakon ciamik. Kredit khusus patut disematkan pada Ari Irham dengan segala kecanggungannya, Rachel Amanda dengan sikap dinginnya, Nikita Willy sebagai Amanda si terlalu bagus dengan keanggunannya, Calvin Jeremy dengan pembawaannya yang asyik banget, Dimas Danang sebagai Sidi si tukang bully dengan kenyelenehannya, dan Iis Dahlia yang menciptakan saya ingin menjabat tangan tukang casting film ini akrab-akrab. Sungguh pilihan yang sangat jitu!

Outstanding (4/5)


Post a Comment for "Review : Terlalu Ganteng"