Review : Ten: The Secret Mission
“Negara ini merdeka bukan alasannya bambu runcing, tapi alasannya jago-hebat bela diri yang mahir menggunakan bambu runcing.”
Merekrut Iko Uwais atau Joe Taslim untuk membintangi film sabung Indonesia itu sudah terlalu mainstream. Banyak yang berpikiran hal senada. Lagipula, secara bujet juga terperinci akan membumbung tinggi. Kalau tidak balik modal kan, bikin hati merana. Para petinggi 0708 Films (berafiliasi dengan Starvision untuk distribusi) yang terlanjur kebelet ingin mengkreasi sebuah film penuh baku hantam dan bunyi-bunyi desingan peluru punya solusi jitu supaya bujet tetap murah meriah: bagaimana jikalau kita rekrut saja para bintang film amatiran dari kalangan model untuk ber kolam bik buk ria? Agar sisi fun tetap sangat berasa, ditambah lagi pasar utama genre ini yakni pria, modelnya tentu bukan berasal dari kalangan finalis L-Men melainkan majalah remaja Popular. Ya, para wanita anggun bertubuh seksi yang biasanya berlenggak-lenggok di atas catwalk atau mengikuti pemotretan dengan busana yang sangat menonjolkan lekuk-lekuk tubuh sekarang diajak serta oleh Helfi Kardit (Arisan Berondong, Arwah Goyang Karawang) untuk bermain tugas di Ten: The Secret Mission. Perannya tidak sembarangan lho, mereka akan bermetamorfosis sebagai perempuan-perempuan tangguh yang dipercaya untuk berpartisipasi dalam misi evakuasi. Terdengar mengasyikkan dan menggelikan di dikala bersamaan, bukan?
Pihak yang memiliki gagasan cemerlang buat merekrut para model majalah cukup umur ini yaitu Satuan Inteligen Rahasia Negara atau SIS (The Secret Intelligent Service). Sang pemimpin, Jenderal (Roy Marten), mulanya ragu-ragu karena tidak meyakini para model ini mempunyai kemahiran mumpuni untuk diterjunkan ke misi pembebasan sandera. Namun Kolonel John (Jeremy Thomas) memilki alasan tersendiri mengapa perempuan-perempuan pilihannya yang secara keseluruhan berjumlah sepuluh orang dapat dipercaya. Dalam sesi perkenalan yang dijabarkan ke penonton secara amat sangat ringkas – aku berani bertaruh, kalian pasti akan kesulitan membedakan antara satu dengan yang lain sepanjang film – kita mengetahui bahwa para model ini bukanlah sembarang model. Mereka membisu-membisu yakni mantan atlet bela diri dari cabang berbeda-beda yang sebagian besar terpaksa beralih profesi menjadi model demi menyambung hidup. Dengan demikian, mereka sejatinya sudah punya modal mencukupi buat beraksi. Agar makin terarah dan tidak serampangan periode melumpuhkan musuh, Mayor Cathy (Karenina Maria Anderson) dan Kapten Dalton (Gibran Marten) dipercaya untuk menggembleng para model ini dalam sesi pelatihan penuh peluh di sebuah camp untuk outbound.
Berdasarkan premis dan sinopsis yang dikedepankan, kita tentu telah bisa melihat bahwa Ten: The Secret Mission ialah film main-main belaka. Menanggapinya kelewat serius, hanya memberi imbas samping berupa kepala nyut-nyutan tidak karuan. Sang sutradara, Helfi Kardit memang sedari mula sadar diri untuk tidak pernah menargetkan karya terbarunya ini berada di kelas yang sama dengan The Raid. Sumber referensinya sendiri banyak berasal dari film adu kelas B yang memiliki karakteristik mirip berbujet minim, tak terlalu mempedulikan kelayakan teknis apalagi artistik, dan penceritaannya kerapkali ‘suka-suka gue’ hingga-sampai melampaui logika. Pokoknya, yang penting ada dongeng! Ten: The Secret Mission pun mengamini karakteristik tersebut. Jika kau menganggap sinopsis yang ditawarkannya sudah sungguh abnormal, percayalah itu masih belum ada apa-apanya. Tunggu hingga kau mendengar rentetan dialog yang diucapkan para huruf dalam film atau tindakan yang mereka lakukan. Saya akan memberimu tantangan: bisakah kamu menahan hasrat untuk tidak tertawa geli di dingklik bioskop dikala obrolan berbunyi “negara ini merdeka bukan alasannya bambu runcing, tapi sebab hebat-mahir bela diri yang ahli memakai bambu runcing” atau “mereka memang tidak hebat menembak, Jendral. Tapi begitu saya tekan tombol, aku yakin semua akan bermetamorfosis pembunuh ganas” meluncur dari ekspresi salah satu huruf?
...dan itu hanya segelintir diantaranya, saudara-saudaraku tercinta. Hampir sepanjang durasi, obrolan yang menghiasi Ten: The Secret Mission memang berada di level layak ditertawakan. Mencoba sok serius mirip mencomot dari buku teks mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, namun ketidaksesuaian konteks membuatnya terdengar konyol ketimbang bawel. Tindakan para karakternya yang entah berasal dari planet mana pun sebelas dua belas. Salah satu paling membekas di ingatan yakni dikala dua model bersembunyi di balik pohon demi menghindari serangan musuh, lalu sebuah durian jatuh dan menggelinding ke arah mereka. Apabila ini Sunya (film garapan Harry Suharyadi yang juga memiliki adegan durian jatuh), penonton diminta memikirkan maknanya. Tapi sebab ini ialah Ten: The Secret Mission, maka pada titik puncak yang secara mengejutkan mampu menghadirkan pertarungan dengan tata tabrak cukup seru, durian tersebut bertransformasi menjadi... brass knuckle! Ya, salah satu model yang menemukan durian tersebut akibatnya menetapkan untuk memanfaatkan kulit durian sebagai senjata dalam bertarung. Sungguh cerdas dan diluar dugaan, to? Dan begitulah Ten: The Secret Mission. Cerdas memang sama sekali tidak sempurna buat dilampirkan ke film ini, tapi diluar dugaan terperinci sangat mewakilinya. Saat saya beberapa kali menerka kekonyolan dalam film telah mencapai puncaknya, Helfi terus memperlihatkan kejutan-kejutan dengan menaikkan level kekonyolan sehingga film diluar dugaan mampu tersaji menghibur. Menghibur dalam kapasitasnya sebagai film kelas B, tentu saja.
Ulasan ini mampu juga dibaca di http://tz.ucweb.com/7_2c9k4
Ulasan ini mampu juga dibaca di http://tz.ucweb.com/7_2c9k4
Poor (2/5)
Post a Comment for "Review : Ten: The Secret Mission"