Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Review : Pokemon: Detective Pikachu


“I don’t need a Pokemon. Period.”

“Then what about a world class detective? Because if you wanna find your pops, I’m your best bet.”

Apakah ada diantara kalian yang semasa kecilnya terobsesi dengan Pokemon? Mantengin setiap episode dari versi animenya yang tayang saban hari Minggu pagi, hafal diluar kepala setiap spesies berikut kekuatan-kekuatannya (dan juga lagu temanya!), hingga berharap bisa menimbulkan pelatih Pokemon sebagai profesi utama. Adakah? Jika ada, well, berarti kita sama. Pokemon adalah bab dari abad kecil saya dan pada era itu, diri ini benar-benar berharap bahwa mereka memang nyata adanya sehingga saya mampu melatih Charizard, Squirtle, Bulbasaur, Pikachu, maupun dua jenis Pokemon yang tak bisa dibutuhkan: Magikarp dan Psyduck. Sounds fun! Tapi seiring meredupnya popularitas anime ini di Indonesia karena akses televisi lokal memberhentikan penayangannya dan aku bukan pula seorang gamer sejati, ikatan dengan Pikachu bersama kawan-kawannya pun perlahan mengendur. Tak lagi mengikuti perkembangannya, tak lagi mengenal para karakternya yang semakin bejibun (versi game sendiri sudah mencapai generasi ke-7!). Saya hanya sesekali mendengar nama ini disebut tatkala muncul versi terbaru dari game dan film animasinya yang masih sangat terkenal di Jepang. Hubungan dengan para monster menggemaskan yang terputus ini lantas mengalami rekonsiliasi dikala Nintendo menciptakan gebrakan dengan meluncurkan edisi anyar berbasis augmented reality yang memungkinkan pemegang ponsel cerdas ikut bermain tanpa harus memiliki konsol gim tertentu, adalah Pokemon Go. Keberadaan judul ini menguarkan aroma nostalgia berpengaruh yang kemudian dimanfaatkan secara bakir oleh Warner Bros. untuk melepas Pokemon dalam format film layar lebar berdasar salah satu judul permainan bertajuk Detective Pikachu.

Berbeda dengan 20 judul lain dalam franchise ini yang menapaki jalur animasi, Pokemon: Detective Pikachu kode Rob Letterman (Shark Tale, Goosebumps) menjejakkan kakinya di ranah live action dan sepenuhnya memakai obrolan bahasa Inggris sebab bagaimanapun juga ini yaitu produk Hollywood. Mengikuti bahan sumbernya, Pokemon: Detective Pikachu pun menempatkan Tim Goodman (Justice Smith) dan Detektif Pikachu (disuarakan oleh Ryan Reynolds) sebagai abjad utama pelopor narasi. Kasus yang mereka tangani ialah memeriksa kasus maut ayahanda Tim, Harry Goodman, dalam sebuah kecelakaan mobil yang misterius. Tim yang berasal dari kota kecil ini mulanya tak berniat untuk mencari tahu penyebab kematian sang ayah alasannya mereka berdua memiliki korelasi yang jelek. Namun selepas Tim berjumpa dengan reporter magang, Lucy Stevens (Kathryn Newton), yang menaruh kecurigaan terhadap kasus tersebut dan Pikachu bertopi yang ternyata merupakan rekan Harry, Tim pun merubah tujuannya ke Ryme City dari awalnya hendak mengambil barang-barang peninggalan Harry menjadi menguak kasus kecelakaan ini. Terlebih lagi, Detektif Pikachu yang ditemui Tim bukanlah pokemon biasa karena dia mampu berkomunikasi secara mulut dengan Tim serta mempunyai kemampuan berpikir diatas rata-rata. Keahlian Detektif Pikachu dalam bersilat lidah sanggup meyakinkan Tim bahwa Harry belum tewas mirip diyakini oleh banyak orang dan beliau sedang bersembunyi di suatu daerah. Dalam upaya keduanya melacak keberadaan Harry, mereka mendapati serentetan fakta mengejutkan yang memperlihatkan wajah bantu-membantu dari Ryme City yang tampak erat.


Sebagai seseorang yang pernah memiliki ikatan kuat dengan franchise ini, menyaksikan Pokemon: Detective Pikachu di layar lebar rupanya bisa menghadirkan pengalaman menonton yang menggembirakan. Betapa tidak, kamu mampu berjumpa kembali dengan sederet pokemon kesayangan yang sekali ini dikreasi menggunakan CGI dan bersliweran di sepanjang durasi. Tiba-tiba saya menjadi seorang fanboy yang kegirangan mampu melihat Charmander (bahkan saya punya panggilan kesayangan untuknya yakni kucer), Pidgeoto, Mr. Mime, Jigglypuff, Snorlax, Eeve, dan masih banyak lagi. Sungguh membangkitkan kenangan abad kecil. Terlebih lagi, huruf Tim pun dikisahkan memiliki mimpi menjadi pokemon trainer yang kemudian dipupuskannya karena satu dan lain hal. Just like me. Ya, bagi seseorang yang menggemari Pokemon, Detective Pikachu memang tidak sulit untuk disukai meski faktor pemicunya hanyalah nostalgia. Tapi bagaimana dengan mereka yang masih ajaib atau hanya mengerti satu dua mengenai dunianya si Pika Pika? Well, saya mampu memastikan, kamu masih akan bisa menikmatinya. Memang betul Letterman beserta para penulis skrip tidak menjabarkan secara detil mengenai world building alasannya adalah mereka meyakini publik telah mengetahuinya. Kita hanya diberikan info mengenai Ryme City yang dideskripsikan sebagai sebuah kota dimana insan dan pokemon hidup berdampingan sehingga pertarungan pokemon pun dinilai sebagai acara ilegal. Namun isu tersebut mampu dibilang sudah lebih dari cukup untuk membawa penonton awam terhanyut ke dalam tontonan yang memberi hamparan visual mengagumkan ini hingga-sampai muncul keinginan untuk mengunjungi Ryme City.

Detective Pikachu sendiri menawarkan fase terbaiknya di separuh durasi awal saat elemen misteri masih mendominasi, sekalipun nada penceritaan yang gelap ala Blade Runner agak mengkhawatirkan bagi penonton cilik. Pada titik ini mencuat rasa ingin tau dipicu oleh masalah yang ditangani oleh duo abjad utama, muncul pula rasa gemas melihat para pokemon wara-wiri di berbagai sudut kota, serta hadir juga ketertarikan kepada dua protagonis yang memberi interaksi asyik: Detektif Pikachu dan Tim. Walau awalnya terasa janggal di indera pendengaran mendengar Pikachu berbicara (apalagi menggunakan suara si Deadpool yang citra nakalnya sudah kedarung menempel!), Ryan Reynolds bisa menghadirkan kejenakaan, energi serta emosi ke dalam suara si tikus listrik berwarna kuning ini sehingga tak membutuhkan banyak waktu untuk jatuh hati kepada karakter yang disuarakannya. Harus diakui, dia ialah salah satu hal terbaik yang dimiliki oleh film. Itulah mengapa dikala ia mangkir dari layar barang sejenak, film mendadak mengalun secara gontai. Seolah-olah tak mempunyai tenaga. Ironisnya, inilah yang menimpa menit-menit terakhir yang sepenuhnya beralih ke mode laga dimana gegap gempita seharusnya mewarnai dan momen klimaks semestinya memberi tendangan kuat. Pemicunya yakni keputusan si pembuat film untuk mereduksi posisi si aksara tituler demi memberi ruang kepada Tim-Lucy yang nyaris tak mempunyai chemistry untuk unjuk gigi. They’re boring couple! Yang kemudian menyelamatkan babak pamungkas dan membuat Detective Pikachu tetap terasa nikmat untuk disantap sebagai sajian hiburan pelepas penat yakni Psyduck yang dijuluki “bom” oleh Pikachu. Bersama dengan Pikachu dan Mr. Mime, Psyduck mempersembahkan sejumlah momen yang membuat aku tertawa terpingkal-pingkal selama menonton dan menciptakan aku kembali teringat mengapa aku begitu menyayangi abjad bebek polos ini.

Exceeds Expectations (3,5/5)


Post a Comment for "Review : Pokemon: Detective Pikachu"